Makalah Riview Buku

Makalah Riview Buku dengan buku yang berjudul Kurikulum dan Pembelajaran. Semoga makalah berikut ini dapat bermanfaat untuk kalian semua.

A. Pengertian Kurikulum
Istilah kurikulum digunakan dalam dunia pendidikan. Para ahli pendidikan memiliki penafsiran yang berbeda tentang kurikulum. Namun demikian, dalam penafsiran yang berbeda itu, ada juga kesamaannya. Keswamaan tersebut adalah, bahwa kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum memang diperuntukkan untuk anak didik, seperti yang di ungkapkan Murray Print (1993 ) yang mengungkapkan bahwa kurikulum meliputi : 
  1. Planned learning experiences;
  2. Offered within an educational institution/program
  3. Represented as a document.and
  4. Includes experinces resulting from implementing that document
Kurikulum adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswa baik di dalam maupun di luar sekolah asal kegiatan tersebut berada di bawah tanggung jawab guru (sekolah ). Yang dimaksud dengan kegiatan itu tidak terbatas pada kegiatan intra ataupun ekstrakurikuler. Apa pun yang dilakukan siswa asal saja di bawah tanggung jawab dan bimbingan guru, itu adalah kurikulum. Misalnya kegiatan anak mengerjakan pekerjaan rumah, mengerjakan tugas kelompok, mengadakan observasi, wawancara dan lain-lain sebagainya, itu nerupakan bagian dari kurikulum, karena memang pekerjaan-pekerjaan itu adalah tugas-tugas yang diberikan guru dalam rangka mencapai tujuan pendidikan seperti yang di programkan sekolah. 
Banyak tokoh yang menganggap kurikulum sebagai pengalaman, di antaranya adalah Hollis l. Caswell dan Campbell (1935 ), yang menyatakan bahwa kurikulum adalah “,.. all of the experinces children have under the guidance of theacher”. Demikian juga dengan Dorris lee dan Murray lee (1940) yang menyatakan kurikulum sebagai :”... those experiences of the child which the school in any way utilizes or attempts to influence”. Lebih jelas lagi dekemukakan oleh H. H. Giles, S P. Mc Cutchen, dan A N. Zechiel; “.. the curriculum... the total experience with which the school deals in educating young people”. 
Kalaulah kurikulum dianggap sebagai pengalaman atau seluruh aktivitas siswa, maka untuk memahami kurikulum sekolah, tidak cukup hanya dengan melihat dokumen kurikulum sebagai suatu program tertulis, akan tetapi juga bagaimana proses pembelajaran  yang dilakukan anak didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.  Hal ini harus dipahami, sebab kaitannya sangat erat dengan evaluasi keberhasilan pelaksanaan suatu kurikulum, yaitu bahwa pencapaian target pelaksanaan suatu kurikulum tidak hanya diukur dari kemampuan siswa menguasai seluruh isi atau materi pelajaran seperti yangtergambar dari hasil tes sebagai produk belajar, akan tetapi juga harus dilihat proses atau kegiatan siswa sebagai pengalaman belajar.

B. Fungsi Kurikulum
Kurikulum Sebagai SuatuProgram Kegiatan yang Terenana
Berdasarkan pandangan komperehenshif terhadap setiap kegiatan yang direncanakan untuk dialami seluruh siswa, kurikulum berupaya menggabungkan ruang lingkup, rangkaian,iterpretasi,keseimbangan subjek matter, teknik mengajar, dan hal lain yang dapat direncanakan sebelumnya (Saylor, Alexander, dan Lewis, 1986. Pada hakekatnya, kurikulum sebagai sutu program kegiatan terencana memiliki rentang yang cukup luas, sehingga membentuk suatu pandangan yang menyeluruh. Di suatu pihak, kurikulum dipandang sebagai suatu dokumen tertulis (Beauchamp, 1981 ) dan dilain pihak, kurikulum dipandang sebagai rencana tidak tertulis yang terdapat dalam pikiran pihak pendidikt Taylor, 1970.
Kurikulum sebagai Hasil Belajar yang Diharapkan.
Beberapa penulis kurikulum (Johnson, 1977 dan Posner, 1982) menyatakan bahwa kurikulum seharusnya tidak dipandang sebagai aktifitas, tapi difokuskan secara langsung pada berbagai hasil belajar yang diharapkan. Kajian ini menekankan perubahan cara pandang kurikulum, dari kurikulum sebagai alat menjadi kurikulum sebagai tujuan atau ahir yang akan di capai. Salah satu alasan utama adalah karna hasil belajar yang diharapkan merupakan dasar bagi perencanaan dan perumusan berbagai tujuan kegiatan pembelajaran. 
Kurikulum sebagai Reproduksi Kultural.
Sebagian ahli pendidikan berpandangan bahwa kurikulum dalam setiap masyarakat atau budaya seharusnya menjadi refleksi dari budaya masyarakat itu sendiri. Sekolah bertugas memproduksi pengetahuan dan nilai – nilai yang penting bagi generasi penerus. Masyarakat, Negara atau Bangsa bertanggung jawab mengidentifikasi keterampilan, pengetahuan, dan berbagai apresiasi yang akan di ajarkan. Sementara itu, pihak pendidik profesional bertanggung jawab untuk melihat apakah skill, knowledge, dan apresiasi tersebut sudah di transformasikan kedalam kurikulum yang dapat disampaikan kepada anak – anak dan generasi muda. 
Kurikulum sebagai Agenda Rekonstruksi Sosial
Sejauh mana keberanian sekolah membangun suatu tatanan sosial yang baru. Pertanyaan ini merupakan judul karya George S. Counts (1932) yang dipandang sebagai salah seorang perintis rekonstruksionisme sosial dalam pendidikan. Ide Counts tersebut banyak diperjuangkan oleh Theodore Brameld dalam dekade 1940 – an dan 1950 – an, yang banyak terinspirasi pemikiran Dewey. Pandangan ini berpendapat bahwa sekolah harus mempersiapkan suatu agenda pengetahuan dan nilai – nilai yang diyakini dapat menuntun siswa memperbaiki masyarakat dan institusi kebudayaan serta berbagai keyakinan dan kegiatan praktik yang mendukungnya. 
Kurikulum sebagai Currere
Salah satu pandangan yang paling mutakhir terhadap dimensi kurikulum adalah pandangan yang menekankan pada bentuk kata kerja kurikulum itu sendiri, yaitu currere. Sebagai pengganti interpretasi dari etimologi arena pacu atau lomba (race course) kurikulum, currere merujuk pada jalannya lomba dan menekankan masing – masing otobiografi nya sendiri. Hal ini ditegaskan oleh schubert (1986) yang didukung oleh pemikiran Pinar dan Grument (1976) yang mengilustrasikan bahwa masing – masing individu berusaha menemukan pengertian di tengah – tengah berbagai peristiwa terakhir yang dialaminya, kemudian bergerak secara historis kedalam pengalamannya sendiri di masa lampau untuk memulihkan dan membentuk kembali pengalaman semula, serta membayangkan dan menciptakan berbagai arah yang saling bergantung dengan subdivisi – subdivisi pendidikan lainnya.
Perbedaan antara Kurikulum Lama dan Kurikulum Baru
Diantara kedua pola kurikulum baru dan lama terdapat perbedaan yang cukup fundamental, antara lain sebagai berikut :
  1. Kurikulum lama berorientasi pada masa lampau, karna berisikan pengalaman pengalaman masa lampau. Guru mengajarkan berbagai hal yang telah diajari sebelumnya. Di lain pihak kurikulum baru berorientasi pada masa sekarang, sebagai persiapan untuk masa yang akan datang. Pengajaran berdasarkan unit atau topik dari kehidupan masyarakat serta sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa. 
  2. Kurikulum lama tidak berdasarkan filsafat pendidikan yang jelas, sulit dipahami dan tidak ada kesatuan pendapat di antara kalangan guru tentang filsafat pendidikan yang dianut tersebut. Akibatnya, setiap guru memiliki tafsiran sendiri tentang berbagai hal yang akan diajarkan kepada siswa sehingga pengajaran tidak konsisten dengan pengalaman yang diperlukan siswa. Dilain pihak, kurikulum baru berdasarkan pada filsafat pendidikan yang jelas, yang dapat diajarkan kedalam serangkaian tindakan yang nyata dalam kehidupan sehari – hari.
  3. Kurikulum lama berdasarkan pada tujuan pendidikan yang mengutamakan perkembangan segi pengetahuan akademik dan keterampilan, dengan mengabaikan perkembangan sikap, cita – cita, kebiasaan dan sebagainya. Belajar lebih ditekankan pada unsur mengingat dan latihan – latihan belaka. Adapun penguasaan pengetahuan dan iketerampilan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh ijazah atau kenaikan kelas. Sebaliknya, kurikulum baru bertujuan untuk mengembangkan keseluruhan pribadi siswa. Belajar bukan untuk memperoleh ijazah, melainkan agar mampu hidup didalam masyarakat.
  4. Kurikulum lama berpusat pada mata pelajaran, yang diajarkan secara terpisah. Terkadang memang diadakan semacam korelasi, tetapi korelasi tersebut hanya dilakukan diantara unsur – unsur tertentu saja dalam beberapa mata pelajaran. Dalam kurikulum lama mata pelajaran hanya berfungsi sebagai alat sebaliknya kurikulum baru disusun berdasarkan masalah atau topik tertentu. Siswa belajar dengan mengalami sendiri, sehingga terjadi proses modifikasi dan penguatan tingkah laku melalui pengalaman dengan menggunakan mata pelajaran.

C. Hakekat Pengembangan Kurikulum
Kurukulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap siswa. Oleh karena begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum, maka setiap pengembangan kurikulum pada jenjang mana pun harus didasarkan pada asas-asas tertentu.
Pengembangan kurikulum pada hakekatnya  adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya. Namun demikian, persoalan menembangkan isi dan bahan pelajaran serta bagaimana cara belajar siswa bukanlah suatu proses yang sederhana, sebab menentukan isi atau muatan kurikulum harus berangkat dari visi,misi, serta tujuan yang ingin dicapai; sedangkan menentukan tujuan erat kaitannya dengan persoalan sistem nilai dan kebutuhan masyarakat. Persoalan inilah yang kemudian membawa kita pada persoalan menentukan hal-hal  yang mendasar dalam proses pengembangan kurikulum yang kemudian kita namakan asas-asas atau landasan pengembangan kurikulum.
Seller dan meller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus- menerus . seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pembelajaran , di implementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah yang kemudian dijadikan bahan dalam menetukan orientasi, begitu seterusnya, sehingga membentuk siklus.
Orientasi pengembangan kurikulum menureut Siller mrnyangkut enam aspek, yaiyu :
  1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan, artinya hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu.
  2. Pandangan tentang anak : apakah anak dianggap sebagai organisme yang aktif atau pasif.
  3. Pandangan tentang proses pembelajaran  : apakah proses pembelajaran itu di anggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak.
  4. Pandangan tentang lingkunagn : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal, atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar.
  5. Konsep tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter, atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar.
  6. Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau nontes.  
Mengacu pada proses pengembangan kurikulum sebagai siklus seperti yang  dikemukakan Seller di atas, maka tampak bahwa pengembangan kurikulum itu pada hakikatnya adalah pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta pengembangan komponen pembelajaran sebagai implementasi kurikulum. Dengan demikian, maka pengembangan kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi kurikulum sebagai pedoman yang kemudian membentuk kurikulum tertulis( writen curriculum atau document curriculum )dan sisi kurikulum sebagai implementasi (curriculum implementatiaon ) yang tidak lain adalah sistem pembelajaran.
Proses pengembangan berbeda dengan perubahan dan pembinaan kurikulum. Perubahan kurikulum adalah kegiatan atau proses yang disengaja manakala berdasarkan hasil evaluasi ada salah satu atau beberapa komponen yang harus diperbaiki atau di ubah; sedangkan pembinaan adalah proses untuk mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum yang  sedang dilaksanakan. Dengan demikian, pengembangan menunjuk pada proses merancang dan pembinaan adalah implementasi dari hasil penegembangan.

D. Desain Kurikulum
Yang dimaksud desain kurikulum adalah rancangan, pola, atau model. Mendesain kurikulum berarti menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Tugas dan peran seorang desainer  kurikulum, sama seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkonstruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.
Beberapa ahli merumuskan macam-macam desain kurikulum. Eisner dan Vallance (1974 ) membagi desain menjadi lima jenis, yaitu :
(1) Model pengembangan proses kognitif, (2)  kurikulum sebagai teknologi, (3) kurikulum aktualisasi diri, (4) kurikulum rekonstruksi sosial,  (5) dan kurikulum rasionalisasi akademik.   McNeil   (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu (1) model kurikulum humanistik, (2) kurikulum rekonstruksi sosial, (3) kurikulum teknologi, (4) dan kurikulum subjek akademik. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesipik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu. 
Manakala kita kaji desain kurikulum yang dikemukakan para ahli kurikulum itu memiliki kesamaan-kesamaan. Selanjutnya kita akan mengkaji beberapa model desain kurikulum berikut ini.
Desain Kurikulum Disiplin Ilmu 
Menurut  Longstreet (1993) desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat kepada pengetahuan (the knowledge centerede design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya di arahkan untuk pengembangan intelektual siswa. Para ahli memandang desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah ( McNeil,1990 ).
Model kurikulum yang  berorientasi pada pengembangan intelektual siswa, dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa yang harus dikuasai oleh siswa baik menyangkut data dan fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Materi pembelajaran tentu saja disusun sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Selain menentukan materi kurikulum, juga para pengembang kurikulum menyusun bagaimana melakukan pengkajian materi pembelajaran melalui  proses penelitian ilmiah sesuai dengan corak atau masalah yang terkandung dalam disiplin imu. Jadi, dengan demikian dalam desain model ini bukan hanya diharapkan siswa semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesauai dengan disiplin ilmu, akan tetapi juga melatih proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis. 
Dalam implementasinya, strategi yang banyak digunakan adalah strategi ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan atau informasi disampaikan oleh guru secara langsung kepada siswa. Selanjutnya siswa dituntut untuk memahami, mencari landasan logika, dan dukungan fakta yang dianggap relevan. Siswa dituntut untuk membaca buku-buku atao karya-karya besar dalam bidangnya untuk dimengerti, dipahami, dan dikuasai. Selanjutnya, penguasaan materi disiplin ilmu itu dijadikan kriteria dalam keberhasilan implementasi kurikulum.
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu:
Subject Centered Curriculum
Pada subject centered curriculum, bahasan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya : mata pelajaran sejarah,ilmu bumi, kimia,fisika,matematika,dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran itu tidak berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar,setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran yang dibewrikannya. Kalaupun mata pelajaran itu diberikan oleh guru yang sama,maka hal ini juga dilakukan secara terpisah-pisah. Oleh karena itu organisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajaran secara  terpisah-pisah, maka kurikulum ini juga dinamakan separated subject curriculum.
Correlated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapi mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broad field ), seperti misalnya mata pelajaran geografi, sejarah,ekonomi dikelompokkan dalam bidang studi  IPS. Demikian juga dengan mata pelajaran, biologi,kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang studi.
Integrated Curriculum
Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model  integrated, tidak lagi menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yang harus dipecahkan. Mmasalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itu diharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan tetapi seluruh aspek seperti sikap, emosi, atau keterampilan.
Desain Kurikulum Berorientasi  Pada Masyarakat
Asumsi  yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum. 
Contoh desain kurikulum ini seperti yaqng dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores dalam buku mereka yang berjudul fundamentals of Curriculum (1950); atau dalam Curriculum theory yang disusun oleh Beau champ (1981). Mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok sosial untuk dijadikan pengalaman belajar anak di dalam sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh suatu kelompok sosial, harus menjadi bahan kajian anak didik di sekolah.
Desain Kurikulum Berorientasi Pada Siswa
Asumsi yang mendasar i desain ini adalah bahwa pendidikan di selenggarakan untuk membentu anak didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai sumber isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan siswa sebagai peserta didik. 
Anak didik adalah manusia yang sangat unik, mereka memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan anak adalah makhluk yang sedang berkembang. Yang memiliki minat dan bakat yang berbeda dan beragam. Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan mereka. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa, Alice Crow (Crow & Crow, (1955) menyarankan hal-hal sebagai berikut: 
  1. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
  2. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa depan.
  3. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk belajar sendiri.artinya, siswa didorong untuk melakukan berbagai aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru saja.
  4. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat,bakat, dan tingkat perkembangan mereka.
Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu perspektif kehidupan anak di masyarakat (the child-in society perspective) dan perspektifpsikologi (the psychological curriculum perspective).
Desain Kurikulum Teknologi
Model desain kurikulum teknologi difokouskan kepada efektifitas program, metode dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektif teknologi telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program pelatihan di lapangan industri dan militer. Desain sistem instruksional menekankan kepada pencapaian tujuan yang mudah diukur,aktifitas, dan tes, serta pengembangan bahan-bahan ajar. 
Teknologi memengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu sistem. 
Sistem pertama yang berhubungan dengan penerapan teknologi adalah perencanaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan dan pemanfaatan alat tersebut semata-mata untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi pembelajaran. Dengan penerapan hasil-hasil teknologi sebagai alat, diasumsikan pembelajaran akan lebih berhasil secara efektif dan efisien. Contoh penerapan hasil-hasil teknologi itu di antaranya adalah pembelajaran dengan bantuan komputer, pengajaran melalui radio, film, videi, dan lain-lain sebagainya.
Kurikulum teknologi, banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik. Salah satu ciri dari teori belajar ini adalah menekankan pola tingkah laku yang bersifat mekanis seperti yang digambarkan dalam teori stimulis Respons. Lebih lanjut dalam pandangannya tentang belajar kurikulum ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
  1. Belajar dipandang sebagai proses respons terhadap rangsangan.
  2. Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah tugas yang harus dipelajari.
  3. Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal tertentu bisa saja belajar secara kelompok.

E. Lapangan Kurikulum
Schubert (1986) menguraikan bayangan atau gambaran (portrayal) lapangan kurikulum, yang bertujuan untuk memeberikan perspektif kurikulum dengan menggambarkannya sebagai suatu lapangan inkuri dan aktifitas profesional. Analisis Schubert tentang lapangan kurikulum dimulai dari penjelasan tentang karakteristik alternatif kurikulum, serta berbagai kekuatan dan kelemahan yang bersifat relatif. 
Sebagai wacana pembuka, Schubert mengetengahkan pemikiran Arthur Schopenhauer (1981) yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki keterbatasan dalam visi,  sehingga menghasilkan keterbatasan pandangan terhadap dunia. Selain itu dikemukakan juga pendapat John Stuart Mill(1859), seorang tokoh kemerdekaan Inggeris, yang menyatakan bahwa setiap orang harus melakukan observasi untuk melihat pikiran/nalar dan pertimbangan untuk meramal aktivitas guna mengumpulkan bahan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum harus didasarkan pada ide-ide umum tentang kurikulum, yang muncul berkat interaksi antara teori dan praktek. Adapau lapangan kurikulum yang memuat ide-ide tersebut berkenaan dengan proses dan konten pendidikan.
Gambaran problematika dari pengembangan kurikulum telah menghasilkan suatu diversitas opini tentang berbagai aspek dari lapangan kurikulum tersebut, yang bahkan meliputi definisi kurikulum itu sendiri. Oleh karena banyak ahli pendidikan yang melontarkan berbagai pendapat yang berbeda, perlu dirumuskan prinsip-prinsip dasar yang diperlukan jika hendak memperbaiki kurikulum.
Postulat berikut merefleksikan berbagai prinsip dasar tersebut yaitu :
  1. Bidang kurikulum adalah suatu area umum studi yang berkenaan dengan pengembangan dan implementasi tujuan umumdan khusus pendidikan dan alat untuk mencapainya, yang terdiri atas teori dan praktek terintegrasi.
  2. Studi dan praktek dalam bidang kurikulum menuntut pemahaman yang luas tentang fondasi (filosofis, sosiologis, dan psikologis ) kurikulum, yang mendasari tindakan kurikulum te3rsebut.
  3. Pada praktiknya, bidang kurikulum meliputi perencanaan, pengembangan,desain intrusional, riset, perteorian, evaluasi, dan kepemimpinan, sebagai penunjang dan pendorong kurikulum.
  4. Hasil pengamatan belajar dari kurikulum adalah terencana dan tersembunyi. Proses belajar yang berkaitan dengan kurikulum tersembunyi sering kali lebih berpengaruh,karena perbuatan kita akan kehidupan sehari-hari  di sekolah merefleksikan berbagai nilai aktual dan keyakinan yang ada dalam masyarakat.
  5. Bidang kurikulum bersifat interdisiplin dan mengandung berbagai ide bersama dari bidang pendidikan lainnya, dalam perumusan tujuan (ends) maupun metode/alat program-program sekolah.

F. PEMBELAJARAN
Pembelajaran terkait dengan tujuan dan rencana kurikulum, yangdifokuskan pada persoalan metodologi, seperti teknik mengajar, kegiatan implementasi sumber, dan alat pengukuran yang digunakan dalam situasi belajar mengajar yang khusus.  Jadi, perencanaan kurikulum adalah suatu konsep generik yang meliputi perencanaan kurikulum dan desain instruksional. Pengembangan kurikulum memberi pedoman pada desain instruksional, dan desain instruksional merujuk pada kegiatan spesifik yang terpusat pada metode belajar mengajar.
Apabila dikaji secara mendalam, sebenarnya proses belajar mengajar merupakan dua peristiwa yang berbeda, tetapi keduanya memiliki hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi yang saling mempengaruhi dan menunjang satu sama lain. Oleh sebab itu menurut Hamalik (2001), untuk memahami proses belajar mengajar harus diawali dengan mengetahui dulu makna atau pengertian dari mengajar dan pengajaran sebagai berikut.
  1. Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah;
  2. Mengajar adalah mewariskan kebudayaan kepada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah;
  3. Mengajar adalah usaha pengorganisasian lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa;
  4. Mengajar atau mendidik adalah memberikan bimbingan belajar pada murid;
  5. Mengajar adalah kegiatan mempersiapkan siswa untuk menjadi warga negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat; 
  6. Mengajar adalah suatu proses membantu siswa menghadapi kehidupan masyarakat sehari – hari.
Lebih lanjut Hamalik (2001) mengemukakan bahwa :
  • Pengajaran mempunyai maksud yang sama dengan kegiatan mengajar;
  • Pengajaran adalah interaksi belajar mengajar sebagai suatu sistem;
  • Pengajaran identiik dengan pendidikan.
Karakteristik interaksi belajar mengajar dalam pendekatan proses belajar mengajar meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan pembelajaran. Mengajar adalah upaya penyampaina pengetahuan kepada peserta didik yang rumusan konsepnya adalah sebagai berikut.
  1. Pembelajaran merupakan persiapan di masa depan, dalam hal ini masa depan kehidupan anak yang ditentukan orang tua. Oleh karenanya, sekolah berfungsi untuk mempersiapkan mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
  2. Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang dilaksanakan dengan menggunakan metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada siswa. Pada umumnya guru menggunakan metode “formal step” (J. Herbart dalam Hamalik, 2001). Yang berdasarkan asasa asosiasi dan reproduksi atas tanggapan / kesan. Cara penyampaian pengetahuan tersebut berdasarkan ajaran dalam psikologi asosiasi.
  3. Tujuan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan. Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang disampaikan di sekolah. Oleh karena itu, mata ajaran tersebut meliputi berbagai pengalaman yang berasal dari orang tua dimasa lalu, yang berlangsung dalam kehidupan manusia yang di uraikan, di susun, serta di muat dalam buku mata pelajaran dari berbagai refernsi.
  4. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa. Peran guru dalam hal ini adalah sangat dominan. Guru yang menetukan segala hal yang dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanya. Guru juga dipandang sebagai orang yang serba mengetahui dan serba pandai. Oleh karenanya, guru mempunyai kekuasaan dalam mempersiapkan tugas, memberikan latihan, dalam menentukan peraturan maupun kemajuan tiap siswa.
  5. Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif. Siswa dianggap sebagai tong kosong yang belum mengetahui apapun. Siswa hanya menerima apa yang diberikan oleh guru, bersikap sebagai pendengar, pengikut, dan pelaksana tugas. Adapun kebutuhan, minat, tujuan, abilitas, dan hal lain yang dimiliki siswa di abaikan dan tidak mendapat perhatian guru. 
  6. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas. Kegiatan pengajaran hanya dilaksanakan sebatas ruangan kelas saja, sedangkan pengajaran di luar kelas tidak pernah dilakukan.
  7. Mengajar adalah warisan kebudayaan pada generasi muda melalui lembaga pendidikan sekolah. Implikasi dari pernyataan ini adalah bahwa pengajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya, yaitu manusia yang mampu hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya.
  8. Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau warisan yang dilakukan melalui berbagai prosedur, yaitu pengajaran, media, hubungan pribadi, dan sebagainya.
  9. Bahan pengajaran bersumber dari kebudayaan, yang merupakan kumpulan warisan sosial dalam masyarakat. Oleh karenanya, kebudayaan dan hasil kebudayaan yang di wariskan kepada siswa umumnya merupakan benda dan non benda, hal yang tertulis atau lisan, dan berbagai bentuk tingkah laku, norma, dan lain sebagainya. 
  10. Siswa di posisikan sebagai generasi muda yang merupakan ahli waris kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan kepada siswa tersebut harus dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga masyarakat yang lebih berbudaya. Siswa juga diharapkan mampu memanfaatkan tekhnologi sebagai aspek kebudayaan untuk kehidupannya serta mampu mengadakan penemuan baru dan mengembangkan kebudayaan yang telah ada.
  11. Pengajaran adalah upaya pengorganisasian lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik. Lingkungan sosial seringkali lebih memengaruhi tingkah laku seseorang, oleh karenanya melalui interaksi antara individu dan lingkungannya, siswa diharapkan akan memperoleh berbagai pengalaman yang memengaruhi pengembangan tingkah lakunya. Dalam konteks ini sekolah berfungsi menyediakan lingkungan yang dibutuhkan bagi perkembangan tingkah laku siswa, antara lain dengan menyiapkan program belajar, bahan pengajaran, metode mengajar, alat belajar, dan sebagainya.
  12. Peserta didik di ibaratkan sebagai organisasi yang hidup. Guru berkewajiban menyediakan lingkungan yang serasi, agar aktifitas yang dilakukan menuju arah yang di inginkan. Oleh karenanya, guru harus menjadi organisator belajar bagi siswa yang potensial tersebut, sehingga tujuan pengajaran yang optimal akan tercapai.
Kajian selanjutnya memfokuskan pembahasan tentang karakteristik belajar yang harus dikenali guru dalam membelajarkan siswa, antara lain :
  1. Kebermaknaan, dalam hal ini belajar harus lebih bermakna bagi siswa;
  2. Prasyarat,  dalam artian bahan yang dipelajari siswa harus terkait dengan pengalaman prasyarat yang dimiliki siswa;
  3. Model belajar, dalam hal inimodel yang disajikan sesuai dengan model prilaku yang dapat diamati dan di tiru siswa;
  4. Komunikasi terbuka, dalam artian penyajian bahan belajar di tata agar pesan – pesan yang disampaikan guru bersifat terbuka terhadap pendapat siswa;
  5. Daya tarik, dalam artian bahan belajar memiliki daya tarik penyajian;
  6. Aktif dalam latihan, artinya berusaha mengaktifkan peran siswa dalam latihan atau praktek;
  7. Latihan yang terbagi, dalam artian proses latihan dilaksanakan dengan cara membagi kepada siswa dalam jangka waktu yang pendek;
  8. Tekanan Instruksional, yang diusahakan dengan menekankan kewajiban belajar yang dimulai dari yang kuat, tapi lambat laun semakin melemah.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Oemar Hamalik, Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum, Rosda karya
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd, Kurikulum dan Pembelajaran, Karisma Putra Utama
Hasbullah, Otonomi Pendidikan (Kebijakan ekonomi daerah dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan)
Prof. Dr. Hasan Langgulung, Asas – Asas Pendidikan Islam, PT. Pustaka Al Husna Baru
Dr. H. S. Koswara, Ade Yeti Nuryantini S.Pd, Manajemen Lembaga Pendidikan, Patra Gading

Tidak ada komentar:

Posting Komentar