Makalah Perkembangan Madrasah dan Tipologinya

Berikut ini adalah Makalah Perkembangan Madrasah dan Tipologinya. Semoga makalah berikut ini dapat membantu anda dalam mengerjakan tugas kuliah anda.

BAB I
PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN MADRASAH
A. Pengertian Madrasah
Kata “madrasah” dalam bahasa Arab adalah bentuk kata “keterangan tempat” (zharaf/ Isim makan) dari akar kata “darasa”. Secara harfiah “madrasah” diartikan sebagai “tempat belajar para pelajar atau “tempat untuk memberikan pelajaran”. Dari akar kata "darasa” juga bisa diturunkan kata “midras” yang mempunyai arti “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”; kata “al-midras” diartikan sebagai “rumah untuk mempelajari kitab Taurat”.
Kata “madrasah” juga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yang sama yaitu “darasa”, yang berarti “membaca dan belajar” atau “tempat duduk untuk belajar”. Dari bahasa tersebut, kata “madrasah” mempunyai arti yang sama: “Tempat belajar”. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata “ madrasah” memiliki arti “sekolah” - kendati pada mulanya kata “sekolah” itu sendiri bukan berasal dari bahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atau scola. Sungguhpun secara teknis, yakni dalam proses belajar - mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni “sekolah agama”, tempat di mana anak-anak didik memperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan (dalam hal ini agama Islam). 
Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-‘ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami “madrasah”sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni “tempat untuk belajar agama” atau “tempat untuk memberikan pelajaran agama dan keagamaan”.
Para ahli sejarah pendidikan seperti A.L.Tibawi dan Mehdi Nakosteen, mengatakan bahwa madrasah (bahasa Arab) merujuk pada lembaga pendidikan tinggi yang luas di dunia Islam (klasik) pra-modern. Artinya, secara istilah madrasah di masa klasik Is¬lam tidak sama terminologinya dengan madrasah dalam pengertian bahasa Indonesia. Para peneliti sejarah pendidikan menulis kata tersebut secara bervariasi misalnya, schule atau hochschule (Jerman), school, college atau academy (Inggris).
Nakosteen menerjemahkan madrasah dengan kata university (Universitas). Ia juga menjelaskan bahwa madrasah-madrasah klasik Islam itu didirikan oleh para penguasa Islam ketika itu untuk membebaskan masjid dari beban-beban pendidikan sekuler-sektarian. Sebab sebelum ada madrasah, masjid ketika itu memang telah digunakan lembaga pendidikan umum. Tujuan pendidikan menghendaki adanya aktivitas sehingga menimbulkan hiruk-piruk, sementara beribadat di dalam masjid menghendaki ketenangan dan kekhusuan beribadah. Itulah sebabnya, kata Nakosteen pertentangan antara tujuan pendidikan dan tujuan agama di dalam masjid hampir-hampir tidak dapat diperoleh titik temu, maka dicarilah lembaga pendidikan alternatif untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pendidikan umum dengan tetap berpijak pada motif keagamaan, Lembaga itu ialah madrasah
George Makdisi berpendapat bahwa terjemahan kata “madrasah” dapat disimpulkan dengan tiga perbedaan mendasar. Pertama kata universitas, dalam pengertiannya yang paing awal, merujuk pada komunitas atau sekelompok sarjana dan mahasiswa. Kedua merujuk pada sebuah bangunan tempat kegiatan pendidikan setelah pendidikan dasar (pendidikan tinggi). Ketiga izin mengajar (ijazah al-tadrts, licentia docendi) madrasah diberikan oleh syaikh secara personal tanpa kaitan apa-apa dengan pemerintahan. 

B. Perkembangan Madrasah 
1. Awal berdirinya Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang awal munculnya Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam seperti yang dikenal sekarang. Hasan Ibrahim Hasan berpendapat bahwa Madrasah belum berdiri sebelum abad 4 Hijriah (sebelum 10 M). Madrasah pertama adalah Al-Baihaqiyah di Naisapur. Hal ini juga dikemukakan oleh Al-Maqrizy, bahwa madrasah yang mula-mula berdiri adalah Al-Baihaqiyah di Naisapur oleh Abu Hasan Ali al-Baihaqi yang wafat pada tahun 414 H.  
Hasil penelitian Richard Bulliet tahun 1972 mengungkapkan, selama 2 abad sebelum madrasah Nizhamiyah di Baghdad sudah berdiri madrasah di Naisapur sebanyak 39 madrasah dengan madrasah tertua Miyan Dahiya yang mengkhususkan pada pengajaran Fiqh Maliki.
Demikian pula Naji Ma’ruf mengatakan bahwa 165 tahun sebelum madrasah Nizhamiyah sudah ada madrasah di Transoksania dan Khurasan. Sebagai bukti ia mengatakan data dari Tarikh al-Bukhari yang menjelaskan bahwa Ismail Ibn Ahmad Ibn Asad yang wafat pada tahun 295 H, mempunyai madrasah yang dikunjungi oleh para pelajar untuk melanjutkan pelajaran mereka. Madrasah Naisapur pada masa awalnya didirikan oleh ulama fiqh dengan tujuan utama mengembangkan ajaran mazhabnya. Pada umumnya madrasah tersebut mengajarkan satu mazhab fiqh saja dan sebagian besar mazhab Syafi’i. Dari 39 madrasah yang dikemukakan oleh Bulliet, hanya satu madrasah yang mengajarkan fiqh Maliki, empat madrasah yang mengajarkan mazhab Hanafi dan yang lain mengajarkan fiqih Syafi’i.
Pendapat lain mengatakan bahwa madrsah muncul pertama kali di dunia Islam adalah Madrasah Nizhamiyah, yang didirikan oleh Nizham al-Mulk seorang penguasa dari Bani Saljuk (W. 485 H.). Ibnu al-Atsir menyebutkan bahwa Nizham al-Mulk seorang wazir sultan Maliksyah Bani Saljuk (465-485) mendirikan 2 madrasah yang terkenal dengan nama madrasah Nizhamiyah di Baghdad dan Naisapur kemudian di pelbagai wilayah yang dikuasainya.
Kamaluddin Hilmi berpendapat bahwa tidak benar para penulis terdahulu mengatakan bahwa Nizham al-Mulk adalah orang pertama yang mendirikan madrsah di dunia Islam. Dia, menurutnya hanya orang pertama memberikan beasiswa bagi para pelajar, menggaji fuqaha dan mendermakan harta bendanya untuk pembangunan gedung madrasah yang megah. Karena perubahan sistem inilah mungkin yang menyebabkan para ahli pendidikan Islam menyebut madrasah Nizhamiyah sebagai madrasah pertama. Menurut Hasan Abdu al-Al bahwa madrasah Nizham al-Mulk bukanlah madrasah pertama di dunia Islam, tetapi madrasah terbesar pertama di dunia Islam.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Amin dalam Dhuha al-Islam, ia membuat kesimpulan tentang Madrasah Nizhamiyah yang disebutnya sebagai madrasah pertama, Namun sayang ia tidak memebrikan informasi bibliografis dari kutipannya dalam buku tersebut yang memungkinkan pelacakan lebih lanjut tentang madrasah tersebut. Keadaan ini tidak bisa dipertahankan karena penelitian belakangan membuktikan bahwa sebelum berdirinya madrasah yang didirikan penguasa Dinasti Seljuk tersebut sudah ada madrasah di Naisapur, dibawah naungan Dinasti Samaniyah (204-395/819-1005) yang berkembang menjadi salah satu pusat kebudayaan dan pendidikan terbesar di dunia Islam sepanjang abad ke-4/10M. Daerah yang dikenal sebagai tempat kelahiran madrasah ini telah memiliki banyak madrasah sebelum era Nizham al-Mulk.
Namun, hal demikian tidak mengecilkan arti penting peran Nizham al-Mulk yang telah berjasa membesarkan nama lembaga pendidikan madrasah. Ia memang bukan orang pertama yang membangun madrasah, tetapi dilihat dari skala usahanya, ia adalah orang yang pertama yang membangn jaringan lembaga pendidikan yang besar dengan nama madrasah. Ahmad Syalabi mengatakan “Dalam hal ini, tak seorang-pun yang mendahului Nizham al-Mulk. Kalaupun dalam sejarah nama Nizham al-Mulk lebih terkenal, karena biasanya dalam penulisan sejarah orang sering menunggu fenomena besar, tanpa melihat peristiwa-peristiwa sejarah sebelumnya, saat perkembangan peristiwa-peristiwa itu masih terpisah-pisah.
Sejarah Munculnya Madrasah di Indonesia Tampaknya kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam setidak-tidaknya memiliki latarbelakang, di antaranya: 
  1. Sebagai manifestasi dari realisasi pembahuruan sistem pendidikan Islam. 
  2. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pedidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah. 
  3. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.
  4. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan dari hasil akulturasi.
Penulis mencoba memberikan kesimpulan dari uraian diatas, bahwa berdirinya madrasah dikarenakan;  Pertama, pendidikan Islam tradisional (surau, masjid, pesantren) dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai  untuk menghadapi persaingan dengan lulusan sekolah Belanda, sehingga perlu adanya sekolah yang bernuansa Islami. Kedua, melihat dari orientasi pesantren yang menitikberatkan kepada ilmu agama (religius) dan Sekolah yang berorientasi kepada ilmu umum, maka madrasah mencoba mnegintegrasi ilmu agama dan ilmu umum itu menjadi sebuah sistem pendidikan.
Tumbuh dan berkembangnya madrasah di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan tumbuh dan berkembangnya ide-ide pembaharuan dikalangan umat Islam. Di permulaan abad ke-20 timbul beberapa perubahan bagi umat Islam Indonesia dengan masuknya ide-ide pembaharuan. Pada mulanya, pendidikan Islam dilaksanakan di surau-surau dengan tidak menggunakan sistem klasikal dan tidak pula menggunakan bangku, meja, papan tulis, hanya duduk bersila saja. Kemudian mulailah perubahan sedikit demi sedikit sampai sekarang. 
Latar belakang pembaruan pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor; Pertama, Pembaruan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama yang pulang ke tanah air setelah beberapa lama bermukim di luar negeri (Mekkah, Madinah, Kairo), ide-ide yang mereka peroleh diperantauan itu menjadi wacana pembaruan setelah mereka kembali ke tanah air. Kedua, Pembaruan bersumber dari kondisi tanah air di Indonesia. Pada abad ke 20 kondisi tanah air dikuasai oleh penjajah barat, dalam bidang pendidikan pemerintah kolonial belanda melakukan kebijakan pendidikan diskriminatif. Lembaga pendidikan dikala itu dibagi atas tiga strata. Strata pertama strata tertinggi, yaitu sekolah untuk anak-anak belanda ELS (Europese Lagere School), HBS (Hogere Burgerscholl) dan seterusnya hingga ke perguruan tinggi. Strata kedua adalah untuk anak-anak bumi putra yang orang tuanya memiliki kemampuan ekonomi dan mempunyai posisi di pemerintahan dalam kata lain dapat disebut sebagai kelompok elit masyarakat Indonesia. Anak-anak mereka dimasukkan ke sekolah HIS (Hollands Inlandse School), MULO (Meer Uitgebreid Lager Ounderwijs), AMS (Algemene Middlebare School) hingga ke perguruan tinggi. Strata ketiga adalah strata terendah dimana anak-anak bumiputra hanya boleh mengecap pendidikan sekolah desa (3 tahun) atau sekolah kelas dua (5 tahun).
Gagasan awal dalam proses modernisasi pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan Husni Rahim, setidaknya ditandai oleh dua kecendrungan organisasi-organisasi Islam dalam mewujudkannya yaitu: Pertama, mengadopsi sistem pendidikan dan lembaga pendidikan modern (Belanda) secara menyeluruh. Usaha ini melahirkan sekolah-sekolah umum model Belanda tetapi diberi muatan tambahan pengajaran Islam. Kedua, munculnya madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda, namun tetap menggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan Islam sebagai basis utamanya.

2. Zaman Lahirnya Madrasah-Madrash yang Berkelas (1909 – 1930 M)
Pendidikan Islam yang mula-mula menggunakan sistem klasikal dan memakai bangku, meja dan papan tulis ialah Sekolah Adabiyah (Adabiyah School) di Padang yang didirikan Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909 M dan inilah madrasah (Sekolah Agama) yang pertama di Minangkabau, bahkan diseluruh Indonesia, karena menurut penyelidikan tidak ada madrasah yang lebih dulu didirikan dari Sekolah Adabiyah itu dan madrasah Adabiyah tersebut berkembang sampai tahun 1914 M. Akan tetapi kemudian diubah menjadi HIS Adabiyah pada tahun 1915 M dan inilah HIS yang pertama di Minangkabau yang memasukkan pelajaran Agama dalam rencana pembelajarannya.
Pada tahun 1910 M, Syekh M. Thaib Umar  mendirikan Madrasah School di Sungayang (Daerah Batu Sungkar) yang bernama Madras School (sekolah Agama).
Pada tahun 1913 M, Madras School kurang lebih Tiga tahun kemudian madrasah ini ditutup karena kekurangan tempat dan baru pada tahun 1918 M dibuka kembali oleh Mahmud Yunus dan berjalan dengan lancar. 
Pada tahun 1923 M, Madrasah ini berganti nama dengan Diniyah School. Kemudian diubah lagi namanya dengan Al-Jami’ah Islamiyah pada tahun 1931 M dan masih hidup sampai sekarang dengan nama Al-Hidayah Islamiah dan S.M.P.I/P.G.A.P.
Pada tahun 1915 M, Zainuddin Labai al-Yunusi mendirikan Diniyah School (madrasah Diniyah) di Padang Panjang. Madrasah itu mendapat perhatian besar dari masyarakat Minangkabau dan Madarasah inilah yang kemudian berkembang di Indonesia, baik merupakan bagian dari pesantren atau surau, maupun berdiri diluarnya.
Di kalangan organisasi Islam-pun giat pula melaksanakan pembaharuan dalam bidang pendidikan, tercatat diantaranya yang termasyhur adalah Muhammadiyah didirikan di Yogyakarta oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam yang banyak bergerak dibidang sosial kemasyarakatan, salah satu bidang garapannya yang banyak mendapat perhatian adalah bidang pendidikan. Dalam bidang pendidikan Muhammadiyah memakai sistem persekolahan modern waktu itu dan dalam bidang ini mendapat kemajuan yang pesat, dapat dikemukakan disini bahwa pada tahun 1925 disekitar 13 tahun setelah berdirinya, Muhammadiyah telah mempunyai :
8 Hollends Inlandse School, sebuah sekolah guru di Yogyakarta, 32 tahun sekolah dasar lima tahun, sebuah Schakel School, 14 Madrasah, seluruhnya 119 orang guru dan 4.000 murid. Pada tahun 1938 terdapat 852 cabang-cabang serta 898 kelompok (yang belum berstatus cabang), seluruhnya dengan 250.000 anggota. Ia pun memiliki 834 masjid dang langgar, 31 perpustakaan umum dan 1.774 sekolah.
Organisasi lainnya adalah al-Irsyad didirikan di Jakarta pada tahun 1913. Lembaga ini mengasuh sekolah-sekolah umum dan agama, memiliki Madrasah Awaliyah (3 tahun), Madrasah Ibtida’iyah (4 tahun), Madrasah Tajhiziyah          (2 tahun), Madrasah Mu’alimin (4 tahun) dan Madrasah Takhasus (2 tahun).
Organisasi berikutnya yang juga besar peranannya dalam bidang pendidikan Islam yaitu Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan pada tahun 1926 oleh KH. Hasyim Asy’ari, organisasi ini banyak juga mendirikan madrasah dengan susunan sebagai berikut; Madrasah Awaliyah (2 tahun), Madrasah Ibtida’iyah (3 tahun), Madrasah Tsanawiyah (3 tahun), Madrasah Mu’alimin wusta (2 tahun) dan Madrasah Mu’alimin ‘Ulya (3 tahun).
Menurut hemat penulis, dari beberapa organisasi yang tersebut diatas, penulis mencoba memetakan sebagai berikut; Muhammadiyah dan al-Irsyad lebih cenderung mengembangkan sekolah, Mathla’ul Anwar mengaktualisasikan pendidikan Islam dengan sistem madrasah dan NU lebih mengutamakan pendidikan Islam ala pesantren. Masing-masing organisasi mempunyai ideologi sendiri sendiri. Dalam peta pembaharuan Islam diIndonesia, secara kasar barangkali bisa dipetakan sebagai berikut; Muhammadiyah (juga al-Irsyad): modernis-puritan, Mathla’ul Anwar: modernis-moderat, dan NU: modernis-kultural.


BAB II
TIPOLOGI MADRASAH
Lahirnya UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 memunculkan tuntutan bagi madrasah. Madrasah sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional dituntut untuk selalu berupaya meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan, hingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, mampu bersaing serta mampu menghadapi tantangan zamannya. Lahirnya UU ini hendaknya oleh para pengelola madrasah dijadikan momentum untuk berlomba dalam upaya meraih prestasi, meningkatkan mutu layanan madrasah, dan yang menimbulkan dampak positif bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Secara yuridis formal, madrasah telah ditetapkan sebagai sekolah umum yang harus berkompetisi satu dengan yang lain.
Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Kelembagaan Agama No. Dj.II/408/2003 dalam pembinaan dan peningkatan madrasah, Dep. Agama tidak lagi melakukan pembedaan antara madrasah swasta negeri. Pedoman ini merevisi Surat Keputusan Binbaga Islam 29/E/1990 dan No. E/251.A/97. Surat Keputusan yang berisi tentang Pedoman Akreditasi Madrasah, akreditasi tidak lagi diperuntukkan kepada madrasah swasta saja, tetapi meliputi madrasah negeri dan swasta. Dalam Pedoman Akreditasi Madrasah, madrasah diklasifikas dalam penilaian A (Sangat Baik/Unggul), B [Baik} dan C (Cukup). 
Sejak pertengahan dekade 80-an berbagai kebijakan pendidikan tentang madrasah telah digulirkan Departemen Agama. Mulai dari mengadopsi kurikulum Depdiknas (1984 dan 1994], pengembangan program keterampilan di madrasah dan pondok pesantren, melakukan pembenahan manajemen pengelolaan madrasah, sampai pada program peningkatan mutu madrasah melalui proyek-proyek bantuan luar negeri, seperti JSEP (1993), BEP (1996) dan DMAP (1997). Berbagai terobosan program dikembangkan melalui proyek ini, seperti konsep Common Learning Resources Center (CRCL)/Pusat Sumber Pembelajan Bersama (PSPB), Madrasah Development Center (MDC).
Namun berbagai upaya di atas belum membawa peningkatan kualitas pendidikan madrasah secara berarti. Peningkatan mutu madrasah dirasa berjalan lamban dan mutu lulusan pendidikan madrasah dengan sekolah umum masih jauh. Kondisi ini memberikan: kesadaran bahwa terdapat cara pandang atau pendekatan pengembangan pendidikan madrasah selama ini yang barangkali kurang tepat. Pengembangan pendidikan madrasah selama ini terlalu menekankan kepada pendekatan proses yang ternyata kemudian terjebak dalam traffic jump birokrasi; dan kurang memberi tekanan yang cukup pada pendekatan pencapaian output yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Untuk melihat peta permasalahan madrasah dan untuk kepentingan pembinaan diperlukan pemetaan madrasah dalam tipologi bertingkat. Dengan ditemukan tipologi madrasah, maka diharapkan upaya perbantuan dan pembinaan (treatment) akan lebih tepat dan efektif. Klasifikasi madrasah dalam idiom yang baku/standar dirasa sangat dibutuhkan, untuk menghindari munculnya banyak istilah tentang pembinaan madrasah.


BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan uraian dan analisis yang telah dijelaskan diatas, dapatlah dikemukakan intisari dan kesimpulan sebagai berikut :
  1. Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna tempat belajar para pelajar atau “tempat untuk memberikan pelajaran”.
  2. Awal berdirinya Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan, para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai madrasah yang mana yang pertama kali ada di dunia Islam. Dari pemaparan di atas banyak ahli sejarah yang mengatakan bahwa Al-Baihaqiyah di Naisapur-lah yang pertama kali ada dibandingkan  madrasah Nizhamiayh al-Mulk.
  3. Lahirnya Madrasah di Indonesia disebabkan oleh Pertama, pendidikan Islam tradisional (surau, masjid, pesantren) dianggap kurang sistematis dan kurang memberikan kemampuan pragmatis yang memadai  untuk menghadapi persaingan dengan lulusan sekolah Belanda, sehingga perlu adanya sekolah yang bernuansa Islami. Kedua, usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pedidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
  4. Latar belakang pembaruan pendidikan Islam di Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor; Pertama, pembaruan yang bersumber dari ide-ide yang muncul dari luar yang dibawa oleh para tokoh atau ulama yang pulang ke tanah air. Kedua pembaruan yang bersumber dari kondisi tanah air di Indonesia yang sistem pendidikannya dikuasai oleh belanda yang mengakibatkan diskriminasi antara orang belanda, pribumi kelas elit dan pribumi kelas rendah.
  5. Dengan Lahirnya UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, maka muncul-lah tipologi madrasah untuk meningkatkan kualitas dalam penyelenggaraan pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar