Makalah Keterampilan Dasar Praktek Klinik



Makalah Keterampilan Dasar Praktek Klinik. Berikut ini saya mempunyai makalah kebidanan dalam kasus thalassemia yang berjudul Makalah Keterampilan Dasar Praktek Klinik.

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal didaerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B.1.

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orang tua kepada anak. Thalassemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalassemia berbahaya setiap tahunnya.

Thalassemia terutama menimpa keturunan Italia, Yunani, Timur Tengah, Asia dan Afrika. Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalassemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dari ibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen, atau dengan kata lain mempunyai penyakit thalassemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa.

Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. Anak ini memiliki penyakit thalassemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia mayor atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan  yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia mayor mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.

Tanpa perawatan medik, limpa, jantung dan hati menjadi membesar. Di samping itu, tulang-tulang tumbuh kecil dan rapuh. Gagal jantung dan infeksi menjadi penyebab utama kematian anak-anak penderita thalassemia mayor yang tidak mendapat perawatan semestinya. Bagi anak-anak penderita thalassemia mayor, transfusi darah dan suntikan antibiotik, sangat diperlukan. Transfusi darah yang rutin menjaga tingkat hemoglobin darah mendekati normal. Namun, transfusi darah yang dilakukan berkali-kali juga mempunyai efek samping, yaitu pengendapan atau penumpukan zat besi dalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan hati, jantung dan organ-organ tubuh lain.

Tujuan

Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit thalassemia.

Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit thalassemia.

Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita.

Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat.

Identifikasi kasus

Nn. TU (20 tahun) datang ke poli umum LKC dibawa ibunya, dengan keluhan lemas, mudah lelah ketika beraktivitas, berat badan yang sangat kurang. Meskipun berusia 20 tahun tetapi posturnya tidak sesuai dengan anak seusianya BB 25 kg, kulitnya putih pucat dan wajah tampak face colley.

Adanya hepatosplenomegali yang mengakibatkan perut terlihat buncit. Hasil Laboratorium didapatkan : Hb 4,1g/dL, Ht 14,4 vol %, SGOT 12/ml, SGPT 15 IU/L,eritrosit 2,34 jt/UI, leukosit 20,6 ribu/UI, ureum 23 mg/dl, creatinin 0,4 mg/dl, asam urat 8,0 mg/dl. Klien petama kali datang ke LKC ke poli umum untuk pemeriksaan lebih lanjut karna sudah 13 tahun tidak di obati dan terakhir di tranfusi umur 7 tahun.

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN

Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun terganggu dan tidak mampu lagi menjalankan aktivitasnya secara normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Thalasemia adalah penyakit yang sifatnya diturunkan. Penyakit ini, merupakan penyakit kelainan pembentukan sel darah merah.

PENYEBAB

Ketidak seimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.

Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2

jenis yang utama adalah :

Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa)

Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25%

minimal membawa 1 gen).

Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta)

Beta – Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

Secara umum, terdapat 2 (dua) jenis thalasemia yaitu :

Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan. Thalasemia mayor

merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar

hemoglobin dalam darah.Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan

umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Facies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus menjalani transfusi darah.

Thalasemia Minor, si individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya.

GEJALA

Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal. Karena penyerapan zat besi meningkat dan seringnya menjalani transfusi, maka kelebihan zat besi bisa terkumpul dan mengendap dalam otot jantung, yang pada akhirnya bisa menyebabkan gagal jantung. Oleh karena itu, untuk memastikan seseorang mengalami thalasemia atau tidak, dilakukan dengan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada banak usia 3 bulan hingga 18 bulan. Bila tidak dirawat dengan baik, anak-anak penderita thalasemia mayor ini hidup hingga 8 tahun saja. Satu-satunya perawatan dengan tranfusi darah seumur hidup. Jika tidak diberikan tranfusi darah, penderita akan lemas, lalu meninggal.

PENGOBATAN

Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.

PENCEGAHAN

Penyakit thalasemia bisa menyebar ke segala aspek. Ke liver, hati, jantung, dan organ tubuh lainnya. Perlu banyak biaya untuk menanganinya. Jadi, yang paling penting adalah pencegahan. Kalau pemerintah melaksanakan pencegahan, biaya yang harus dikeluarkan akan sangat berkurang. Contohnya di Yunani, Italia, Siprus, dan Turki. Dengan mencegah kelahiran anak thalasemia mayor, uang yang dihemat luar biasa besarnya (Miller DR. Baehner RL; 1997 : 619).

Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus punya program pencegahan. Di Siprus, mereka berupaya menurunkan angka kelahiran anak-anak dengan thalasemia mayor hampir 90 persen. Pemerintah pun bisa melakukan screening atau pemeriksaan darah seperti saat mengambil SIM. Dengan begitu, masing-masing bisa mengetahui apakah kita pembawa sifat thalasemia atau bukan. Dengan mengetahui kondisi kita, orang-orang pembawa sifat thalasemia bisa menghindari pernikahan dengan sesama pembawa sifat untuk menghindari kelahirkan anak-anak dengan thalasemia mayor.

Jika keduanya ternyata pembawa sifat, tetap diperbolehkan menikah. Akan tetapi, saat si istri hamil, pada kehamilan 10 minggu dia harus memeriksakan diri ke pusat thalasemia untuk diperiksa apakah si janin thalasemia mayor atau tidak.

Pasangan sesama pembawa sifat kemungkinan melahirkan anak yang menderita thalasemia mayor sebanyak 25 persen, anak yang normal 25 persen, dan anak-anak yang menjadi pembawa sifat 50 persen. Di Siprus, jika ternyata si janin menderita thalasemia mayor, pusat thalasemia akan memberikan pemahaman risiko seperti apa yang harus ditanggung orangtua, termasuk soal tingginya biaya yang diperlukan, mengingat seumur hidup anak itu memerlukan transfusi darah. Bagi orangtua yang tidak siap memiliki anak thalasemia mayor, ada pilihan menghentikan kehamilan. Pencegahan seperti itulah yang dilakukan negara-negara tersebut.

Deteksi Dini Thalasemia

Penyakit thalasemia dapat dideteksi sejak masih di dalam kandungan. Seperti dijelaskan Dr Suthat Fucharoen dari Pusat Studi Thalasemia Universitas Mahidol, Thailand, dalam simposium thalasemia di Jakarta, belum lama ini, jika suami atau istri merupakan pembawa sifat (carrier) thalasemia, maka anak mereka memiliki kemungkinan sebesar 25 persen untuk menderita thalasemia. Karena itu, ketika sang istri mengandung, disarankan untuk melakukan tes darah di laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak (Wahidiyat I; 1999 : 293).

Selain dalam kandungan, thalasemia juga bisa dideteksi ketika si anak telah lahir dan mulai tumbuh. Pada mereka, gejala dini thalasemia dapat dilihat dari kulit dan wajah yang tampak pucat, pertumbuhan lebih lambat dibanding anak-anak pada umumnya, dan terjadi pembengkakan pada perut akibat pembengkakan limpa (Wahidiyat I; 1999 : 294).

Hanya saja, gejala ini amat umum dan dapat terjadi pada banyak penyakit. Karena itu, untuk memastikan apakah seseorang menderita thalasemia atau tidak, maka harus dilakukan pemeriksaan darah. Gejala thalasemia dapat dilihat pada anak usia tiga sampai 18 bulan. Bila tidak mendapat perawatan serius, anak-anak dengan kelainan darah bawaan yang disebut thalasemia ini hanya dapat hidup hingga delapan tahun saja.

BAB III

LAPORAN KASUS

KASUS THALASEMIA

Nn.TU 20 tahun datang ke poli umum LKC untuk pertama kalinya dengan keluhan lemas, mudah lelah ketika beraktivitas. Berat badan sangat kurang, meskipun berusia 20 tahun tapi posturnya tidak sesuai dengan anak seusianya. Berat badannya 25 kg. Kulit putih pucat, dengan wajah tampak facies cooley, hepasteinomegali yang mengakibatkan perut terlihat buncit. Hasil lab didapatkan HB 4,1gr/dl, Ht 14,4 vol  %, SGOT 12/ml, SGPT 15 IU/I,eritrosit 2,34 jt/UI, leukosit 20,6 ribu/UI, ureum 23 mg/dl, creatinin 0,4 mg/dl, asam urat 8,0 mg/dl. Klien pertama kalinya dateng  kepoli klinik  untuk pemeriksaan lebih lanjut. 

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Thalasemia adalah penyakit genetik (turunan) yang menyerang sel darah merah sehingga sel darah merah menjadi mudah rusak dan rapuh. Thalasemia merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit turunan. Gejala thalasemia jenis satu dengan jenis yang lain mirip tetapi beratnya bervariasi, yang paling umum adalah mengalami anemia ringan, tetapi pada beta-thalasemia mayor terdapat gejala-gejala berikut:

Sakit kuning (jaundice)

Luka terbuka di kulit (ulkus, borok)

Batu empedu dan pembesaran limpa.

Cara pendeteksian penyakit thalasemia sejak dini yaitu:

Ketika seorang ibu  mengandung dengan melakukan tes darah di laboratorium untuk memastikan apakah janinnya mengidap thalasemia atau tidak.

Mengamati ketika si anak telah lahir dan mulai tumbuh, gejala dini thalasemia dapat dilihat dari kulit dan wajah yang tampak pucat, pertumbuhan lebih lambat, dan terjadi pembengkakan pada perut akibat pembengkakan limpa.

Penyakit thalasemia tidak dapat disembuhkan, akan tetapi bisa ditangani dengan transfusi dan suntikan desferal (deferoxamine). Pencegahan thalasemia dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan darah rutin, sehingga tidak terjadi pernikahan antara pembawa gen thalasemia.

Saran

Saran yang dapat kami berikan berdasarkan penulisan makalah ini adalah pertama untuk  pemerintah agar lebih memperhatikan penyakit thalasemia ini karna ada beberapa daerah di Indonesia yang penduduknya banyak yang terkena penyakit thalasemia. Pemerintah hendaknya berperan aktif dalam mensosialisasikan tentang penyakit thalasemia kepada masyarakat, untuk mengurangi angka kematian akibat thalasemia. Dalam hal ini pemerintah diharapkan mencanangkan program cek darah gratis dalam pendeteksian thalasemia secara dini guna mengurangi angka penderita thalasemia. Pemerintah diharapkan memberikan subsidi biaya pengobatan bagi para penderita thalasemia. Yang kedua kepada masyarakat diharapkan selektif dalam memilih pasangan, untuk mengurangi kemungkinan penyebaran thalasemia. Dan hendaknya  masyarakat membantu menyukseskan program pemerintah yang ditujukan untuk mengurangi angka penderita thalasemia. Serta peduli terhadap penderita penyakit thalasemia untuk memberikan motivasi kepada para penderita thalasemia tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

A, Eleftheriou. 2000. Clinical Management of Thalassaemia. New York : Thalassaemia International Federation.

I, Wahidiyat. 1999. Thalassemia dan Permasalahannya di Indonesia. Jakarta : KONIKA.

Cohen A, Cappellini N. 2000. Guidelines for the Clinical Management of Thalassaemia. New York:Thalassaemia International Federation.

Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta

Sodeman.1995.Patofisiologi.Edisi 7.Jilid 2.Hipokrates.Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar