Makalah Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Quran

Makalah Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Ulumul Quran. Berikut ini adalah Makalah Sejarah Pertumbuhan DanPerkembangan Ulumul Quran. Semoga makalah berikut ini dapat bermanfaat untuk kalian semua.

Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran Pada Abad I dan II H

Pada masa Nabi dan pemerintahan Abu Bakar dan Umar, Ilmu-ilmu Al-Quran belum dibukukan, karena umat Islam belum memerlukannya. Sebab umat Islam pada waktu itu adalah para sahabat Nabi yang sebagian besar terdiri dari bangsa Arab Asli (suku Quraisy dan sebagainya), sehingga mereka mampu memahami Al-Quran dengan baik, karena bahasa Al-Quran adalah bahasa mereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Quran. Karena itu, para sahabat Nabi jarang sekali bertanya kepada Nabi tentang maksud suatu ayat. Misalnya sahabat pernah bertanya kepada Nabi tentang arti "zulum" (aniaya) pada surat Al-An'am ayat 82. Sahabat bertanya: Siapakah di antara kita yang tidak berbuat aniaya kepada dirinya? Nabi menjelaskan bahwa yang dimaksud "zulum" itu adalah perbuatan syirik.

Pada masa pemerintahan Usman terjadi perselisihan di kalangan umat Islam mengenai bacaan Al-Quran, maka Khalifah Usman mengambil tindakan penyeragaman tulisan Al-Quran demi untuk menjaga keseragaman Al-Quran dan untuk menjaga persatuan umat Islam. Dan tindakan Khalifah Usman tersebut merupakan perintisan bagi lahimya suatu ilmu yang kemudian dinamai "Ilmu Rasmil Quran" atau "Ilmu Rasmil Usman".

Pada masa pemerintahan Ali makin bertambah banyak bangsa-bangsa non Arab yang masuk Islam dan mereka salah membaca Al-Quran, sebab mereka tidak mengerti i'rabnya (kedudukan kata-kata dalam suatu kalimat), padahal pada waktu itu tulisan Al-Quran belum ada harakat-harakatnya, huruf-hurufnya belum ada titik-titiknya dan tanda-tanda lainnya yang memudahkan kepada Abul Aswad Al-Duali (wafat tahun 691 H) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab, demi untuk menjaga keselamatan bahasa Arab yang menjadi bahasa Al-Quran. Maka tindakan khalifah Ali yang bijaksana ini dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu I'rabil Quran.

Pada abad I dan II H selain Usman dan Ali, masih terdapat banyak Ulama yang diakui sebagai perintis bagi lahirnya ilmu yang kemudian dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu-Asbabun Nuzul, Ilmu Makki wal Madani, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Garibul Quran.

Adapun tokoh-tokoh yang meletakkan batu pertama untuk lahirnya ilmu-ilmu Al-Quran tersebut di atas, ialah:

Dari kalangan Sahabat: Khalifah empat, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka'ab, Abu Musa Al-Asy'ari, Ibnu Al-Zubair.

Dari kalangan Tabi'in: Mujahid, Atha' bin Yasar, 'Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Sa'id bin Jubair, Zaid bin Aslam.

Dari kalangan Tabi'ut Tabi'in: Malik bin Anas.

Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H, maka para Ulama memberikan prioritas atas penyusunan Tafsir, sebab Tafsir adalah Ummul 'Ulum Al-Qur'aniyah (induk ilmu-ilmu Al-Quran).

Di antara Ulama abad II H yang menyusun Tafsir, ialah:

Syu'bah bin Al-Hajjaj (wafat tahun 160 H).

Sufyan bin uyainah (wafat tahun 198 H).

Waki' bin Al-Jarrah (wafat tahun 197 H).

Tafsir mereka dengan cara menghimpun pendapat-pendapat dari kalangan Sahabat dan Tabi'in. Kemudian Ibnu Jarir Al-Thabari (wafat tahun 310 H), menyusun Tafsir Al Thabari dan diakui sebagai kitab Tafsir yang paling besar dan paling tinggi nilainya, karena si pengarang adalah Mufassir yang pertama-tama mengemukakan pendapat-pendapat yang berbeda-beda dan menunjukkan salah satu pendapat yang dipilihnya, disertai keterangan riwayat-riwayat (sumber-sumber) yang benar dan tersusun rapi, dilengkapi penjelasan-penjelasan tentang i'rabnya dan hukum-hukum Al-Quran yang dapat diistimbatkan.

Dari perkembangan kitab-kitab Tafsir sejak dimulai usaha penyusunan Tafsir-tafsir Al-Quran pada abad II H sampai sekarang ini, maka kita dapat mengetahui bahwa di samping ada ulama yang menafsirkan Al-Quran dengan naqli (tafsir bin manqul), ada pula yang menafsirkannya dengan rayi/akal (tafsir bin ma'qui). Demikian pula, ada Ulama yang menafsirkan Al-Quran seluruhnya, ada yang menafsirkan satu juz atau satu sural atau kumpulan ayat tertentu, misalnya Ayat Ahkam dan sebagainya.

Keadaan Ilmu-ilmu AI-Quran pada Abad III H dan Abad IV H

Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para Ulama mulai menyusun pula beberapa Ilmu Al-Quran, ialah:

Ali bin Al-Madini (wafat tahun 234 H) menyusun Ilmu Asbabun Nuzul.

Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam 224 H) menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat.

Muhammad bin Ayyub Al-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani.

Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (wafat tahun 309 H) menyusun kitab Al-Hawi fi Ulumil Quran (27 juz).

Pada abad IV H mulai disusun Ilmu Garibul Quran dan beberapa kitab Ulumul Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran dengan memakai istilah Ulumul Quran. Di antara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Quran dan kitab-kitab Ulumul Quran pada abad IV ini, ialah:

Abu Bakar Al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun Ilmu Garibul Quran.

Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat tahun 328 H) menyusun kitab Ajaibu Ulumil Quran. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh humf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam Al-Quran.

Abul hasan Al-Asy'ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Quran.

Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H) menyusun kitab:

Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna' Fi Ulumil Quran (20 jilid).

Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad V dan VI H

Pada abad V H mulai disusun Ilmu I'rabil Quran dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh Ulama pada masa ini.

Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad V ini, antara lain ialah:

Ali bin Ibrahim bin Sa'id Al-Khufi (wafat tahun 430 H) selain mempelopori penyusunan Ilmu I'rabil Quran, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Quran. Kitab ini selain menafsirkan Al-Quran seluruhnya, juga menerangkan Ilmu-ilmu Al-Quran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Quran yang ditafsirkan. Karena itu, ilmu-ilmu Al-Quran tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu Al-Quran diuraikan seeara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar dari seorang Ulama yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.

Abu 'Amr AI-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis Sab'i dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti.

Pada abad VI H, di samping terdapat Ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul Quran, juga terdapat Ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Quran. Mereka itu antara lain, ialah:

Abul Qasim bin Abdurrahman Al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamatid Quran, menjelaskan maksud kata-kata dalam Al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja).

Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) kitab Fununul Afnan Fi Ajaibil Qur’an  dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Qur’an. dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata'allaqu Bil Quran.

Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad VII dan VIII H

Pada abad VII H, Ilmu-ilmu Al-Quran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul Quran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Di antara Ulama abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu-ilmu Al-Quran, ialah:

Ibnu Abdis Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (wafat tahun 660 H) adalah pelopor penulisan Ilmu Majazul Quran dalam satu kitab.

Alamuddin' Al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menyusun Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Qurra 'Wa Kamalul Iqra'.

Abu Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mursyidul Wajiz Fi Ma Yata'allaqu bil Quran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar