Makalah Sejarah Perpolitikan Islam



Makalah Sejarah Perpolitikan Islam yang berjudul lengkap Makalah Kesultanan Adalah Salah Satu Bentuk Negara Dalam Sejarah Perpolitikan Islam. Semoga Makalah Sejarah Perpolitikan Islam berikut ini dapat bermanfaat untuk anda semua.

Pendahuluan

Berbicara soal kesultanan berarti berbicara soal negara Islam. Berbicara soal pentingnya adanya suatu negara. Al Farabi, filsuf muslim (870-950 M) mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang mempunyai kecenderungan alami untuk bermasyarakat karena tidak mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Adapun tujuan bermasyarakat itu menurutnya tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup, tetapi juga untuk menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada manusia kebahagiaan, tidak saja material tetapi juga spiritual, tidak saja di dunia yang fana ini, tetapi juga di akhirat nanti.

Al Qur’an al Karim, sebagai sumber utama ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan kepada Rasul-Nya Muhammad SAW mengandung ajaran-ajaran yang berkenaan dengan berbagai aspek kehidupan ummat manusia untuk dipedomani guna meraih kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. Dari itu, Islam tidak hanya mengandung ajaran-ajaran tentang hal-hal yang berkaitan dengan keimanan dan ritual belaka (hablum minallah) akan tetapi juga mengandung ajaran-ajaran tentang hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas) secara luas, termasuk politik.

Sekilas Tentang Sejarah Politik Islam

Negara Islam di Era Rasul SAW

Tercatat dalam berbagai literatur sejarah Islam bahwa negara Islam yang pertama adalah negara Madinah. Prof. DR. Harun Nasution, Guru Besar Kajian Islam UIN Syarif Hidayatullah mengatakan bahwa di Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, melainkan juga mempunyai sifat kepala negara. Dalam istilah lain, Nabi Muhammad adalah pemegang kekuasan spiritual (keagamaan) sekaligus kekuasaan temporal (keduniaan). Seluruh Jazirah Arab berhasil masuk ke dalam pangkuan islam pada waktu Nabi Muhammad SAW masih hidup dan memimpin kaum Muslimin yang berbasis di Madinah.

Pada saat Nabi di Madinah, dua kekuatan yang menentukan dalam membentuk masyarakat, yaitu agama dan politik, berada dalam genggaman tangannya secara integratif. Kekuatan agama menentukan karena agama menjadi sumber penggerak dan inspirator bagi segala aspek perjuannya, sementara kekuatan politik melengkapi kekuatan Nabi untuk merombak masyarakat sesuai yang dipesankan Allah melalui wahyu-Nya.

Bentuk pemerintahan yang dipimpin Nabi di Madinah bukanlah kerajaan atau kekaisaran seperti yang dianut dua kekuasaan yang ada pada waktu itu, yakni Kekaisaran Sassaniyah di Persia dan Kekaisaran Romawi Timur di Byzantium. Akan tetapi negara yang memiliki konstitusi yang dikenal dengan “Piagam Madinah”. Masyarakat Madinah ketika itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari orang-orang Islam (Muhajirin dan Anshor), orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.

Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan ke-emasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M., seluruh semenanjung Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai di zaman Khalifah pertama, Abu Bakar al Siddik.

Negara Islam di Era Khulafa’ Rasyidin setelah Nabi Wafat

Abu Bakar menjadi Khalifah di tahun 632 M., tetapi dua tahun kemudian meninggal dunia. Masanya yang singkat itu banyak dipergunakan untuk menyelesaikan perang riddah, yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Medinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya tidak mengikat lagi setelah beliau wafat. Mereka selanjutnya mengambil sikap menentang terhadap Abu Bakar. Khalid Ibn al Walid adalah jenderal yang banyak jasanya dalam mengatasi perang riddah ini.

Setelah selesai perang dalam negeri tersebut, barulah Abu Bakar mulai mengirim kekuatan-kekuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn al Walid dikirm ke Irak dan dapat menguasai al Hirah di tahun 634 M. ke Suria dikirim tentara di bawah pimpinan tiga jenderal Amr Ibn al Aas, Yazid Ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Ibn Hasanah. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid Ibn al Walid kemudian diperintahkan supaya meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia delapanbelas hari kemudian sampai di Suria.

Usaha-usaha yang telah dimulai Abu akar ini dilanjutkan oleh Khalifah kedua, Umar Ibn al Khattab (634-644M). di zamannyalah gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh di tahun 635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk, daerah Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam.

Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr Ibn al Aas dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’d Ibn Abi al Waqqas. Babilon di Mesir dikepung di tahun 640 M. sementara itu tentara Bizantium di Heliopolis di kalahkan dan Alexandria kemudian menyerah di tahun 641 M.

Dengan demikian Mesir jatuh pula ke tangan Islam. Tempat perkemahan Amr Ibn al Aas yang terletak di luar tembok Babilon menjadi ibu kota dengan nama Al Fustat.

Al Qadisiyah, suatu kota dekat al Hirah, di Irak jatuh di tahun 637 M dan dari sana serangan dilanjutkan ke al Madain (Ctesiphon), ibu kota Persia, yang dapat dikuasai pada tahun itu juga. Ibu kota baru bagi daerah ini ialah al Kufah, yang pada mulanya merupakan perkemahan militer Islam di daerah al Hirah. Setelah jatuhnya al Madain, Raja Sasan Yazdagrid III, lari ke sebelah Utara. Di tahun 641 M., Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai.

Dengan adanya gelombang ekspansi pertama ini, kekuasaan Islam di bawah Khalifah Umar, telah meliputi selain Semenanjung Arabia, juga Palestina, Suria, Irak, Persia dan Mesir.

Di zaman Usman Ibn Affan (644-656 M) Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi pertama berhenti sampai di sini. Di kalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang timbul Usman mati terbunuh.

Sebagai pengganti Usman, Ali Ibn Abi Talib menjadi Khalifah ke empat (656-661 M) tetapi mendapat tantangan dari pihak pendukung Usman, terutama Mu’awiah, Gubernur Damaskus, dari golongan Talhah dan Zubeir di Mekkah dan dari kaum Khawarij. Ali, sebagaimana usman, mati terbunuh, dan Mu’awiah menjadi Khalifah kelima. Mu’awiah selanjutnya membentuk Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) dan ekspansi gelombang kedua terjadi di zaman dinasti ini.

Era Bani Umayyah

Dinasti Bani Umayyah yang didirikan oleh Mu’awiah berumur kurang lebih 90 tahun dan di zaman ini ekspansi yang terhenti di zaman kedua Khalifah terakhir dilanjutkan.

Khalifah-khalifah besar dari Dinasti Bani Umayyah adalah Mu’awiah Ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abd. Al malik Ibn Marwan Ibn al Aziz (717-720 M) dan Hisyam Ibn Abd al Malik (724-743 M).

Di zaman Mu’awiah, Uqbah Ibn Nafi’ menguasai Tunis dan disana ia dirikan di tahun 670 M kota Qairawan yang kemudian menjadi slah satu pusat kebudayaan Islam. Di sebelah Timur Mu’awiah dapat memperoleh daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan Lautnya mengadakan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.

Ekspansi ke Timur diteruskan di zaman Abd al Malik di bawah pimpinan al Hajjaj Ibn Yusuf. Tentara yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan dapat menundukkan Balkh. Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tentaranya juga sampai ke India dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan.

Ekspansi ke Barat terjadi di zaman al Walid. Musa Ibn Nusayr menyerang Jazair dan Marokko dan setelah dapat menundukannya mengangkat Tariq Ibn Ziad sebagai wakil untuk memerintah daerah itu. Tariq kemudian menyeberang selat yang terdapat antara marokko dengan benua Eropah, dan mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan namanya Gibraltar (Jabal Tariq).

Daerah-daerah yang dikuasai Islam di zaman Dinasti ini adalah Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebahagian dari Asia Kecil, Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Rurkmenia, Uzbek dan Kirgis ( di Asia  Tengah ).

Ekspansi yang dilakukan dinasti Bani Umayyah inilah yang menjadikan Islam negara besar di zaman itu.

Era Bani Abbas

Sungguhpun Abu al Abbaslah (750-754 M) yang mendirikan Dinasti Bani Abbas, tetapi pembina sebenarnya adalah al mansur (754-775 M). Sebagai khalifah yang baru musuh-musuh ingin menjatuhkannya sebelum ia bertambah kuat, terutama golongan Bani Umayyah, golongan Khawarij, bahkan juga kaum Syi’ah. Kaum Syi’ah, setelah melihat bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan mulai mengambil sikap menentang.

Al Mahdi (775-785 M) menggantikan al Mansur sebagai Khalifah dan dimasanya, hidup perekonomian mulai meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi dan penghasilan gandum, beras, korma dan zaitun (olives) bertambah. Hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi dan lain-lain berkembang. Dagang transit antara Timur dan Barat juga memawa kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting.

Al Mutawakkil (847-861 M) merupakan Khalifah besar terakhir dari Dinasti Bani Abbas. Khalifah-khalifah yang sesudahnya pada umumnya lemah-lemah dan tidak dapat melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibu kota. Ibu kota dipindahkan kembali ke Bagdad oleh Mu’tadid (870-892 M).

Khalifah terakhir sekali dari Dinasti Bani Abbas adalah al Musta’sim (1242-1258 M). di zamannyalah Bagdad dihancurkan oleh Hulagu di tahun 1258 M.

Era Dinasti

Dinasti al Ayyubi di 1174 M – 1250 M

Dinasti Mamluk 1250 M – 1517 M di Mesir. Kedua Dinasti ini memberikan gelar Sultan kepada Raja.

Era Tiga kerajaan Besar (1500-1700 M)

Kerajaan Usmani di Turki

Kerajaan Safawi di Persia

Kerajaan Mughal di India

Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Terjadinya perkawinan antara pedagang Muslim dari putri para bangsawan dan raja-raja, menurut Uka Tjandrasasmita, mengakibatkan terjadinya percepatan proses islamisasi karena dalam pandangan masyarakat setempat, orang muslim tersebut status sosialnya dipertinggi dengan sifat-sifat kharisma kebangsawanan.

Saluran politik juga menjadi jembatan islamisasi di Indonesia. Ada dalil yang cukup terkenal dalam fikih siyasah bahwa agama yang dianut rakyat itu tergantung kepada agama yang dianut rajanya.

Di kerajaan Samudera Pasai, setelah Merah Selu masuk Islam dan bergelar Sultan Malikus Saleh, maka keluarga dan masyarakat setemapat mengikutinya. Di Maluku, Datuk Mulia Husein (Maulana Husein) memperkenalkan agama Islam di Ternate dan berhasil mengislamkan raja Ternate. Alhasil, rakyatnya pun kemudian ikut memeluk Islam.

Di Sulawesi Selatan, raja yang berkuasa di sana diislamkan oleh tiga orang Dato, yaitu Dato ri Bandang, Dato ri Pattimang, dan Dato ri Tiro. Raja yang mereka Islamkan antara lain Datuk I Patiware Daeng Parabung pada tahun 1603 M. setelah itu, raja Gowa dan Tallo memeluk Islam diikuti rakyatnya. Raja Gowa dan Tallo dimaksud adalah Karaeng Matoaya I Malingkang Daeng Manyonri. Atas restu para raja Islam di daerah itu, dari Luwu hingga Gowa dan Tallo, agama Islam disebarkan ke seluruh pelosok Sulawesi Selatan oleh ketiga mubalig tersebut di atas.

Di Kalimantan, setelah raja mahkota diislamkan oleh Dato ri Bandang dan Tuan Tunggang parangan, keluarga dan rakyatnya juga memeluk Islam. Pengenalan dan penyebaran islam di Kalimantan Timur, terutama di Kutai, terjadi sekitar tahun 1550 M. Islam menyebar dari pusat Kerajaan Banjar sampai ke berbagai daerah takluknya.

Di Pulau Jawa, yang terkenal sebagai penyebar Islam adalah para wali, terutama Wali Songo, yaitu Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Giri, Sunan Muria, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, dan Sunan Gunung Jati. Di antara Wali Songo itu, yang mempunyai kedudukan sebagai raja adalah Sunan Gunung Jati atau disebut pula Syarif Hidayatullah.

Proses penyebaran Islam dapat pula dilakukan melalui saluran lembaga pendidikan yang di Indoensia dikenal sebagai pesantren. Di pesantren ini dididik kader-kader ulama, kiai dan pemimpin keagamaan dalam masyarakat. Setelah tamat belajar, para santri itu menjadi juru dakwah di daerah asal mereka.

Kesimpulan

Dari paparan singkat tentang sejarah politik Islam terdahulu dapat diketahui bahwa kesultanan adalah salah satu bentuk negara Islam yang dipimpin oleh seorang Sultan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar