Makalah Tindak Pidana Lingkungan Hidup



Makalah Tindak Pidana Lingkungan Hidup berikut ini dapat bermanfaat untuk anda semua.

PENDAHULUAN

Umat manusia yang hidup di dunia ini selayaknya mengetahui dan memahami, bahwa lingkungan hidup, merupakan Anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi manusia serta makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri.

Sebagaimana kita ketahui akhir-akhir ini kualitas lingkungan hidup semakin menurun yang ditandai dengan adanya pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim sehingga mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya sehingga hal ini memerlukan perhatian dari kita semua.

Pancasila, sebagai dasar dan falsafah negara, merupakan kesatuan yang bulat dan utuh yang memberikan keyakinan kepada rakyat dan bangsa Indonesia bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa maupun manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan manusia sebagai pribadi, dalam rangka mencapai kemajuan lahir dan kebahagiaan batin. Antara manusia, masyarakat, dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, selalu harus dibina dan dikembangkan agar dapat tetap dalam keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Kemakmuran rakyat tersebut haruslah dapat dinikmati generasi masa kini dan generasi masa depan secara berkelanjutan. Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.

Bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai suatu ekosistem terdiri atas berbagai subsistem, yang mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografi dengar ragam yang berbeda yang mengakibatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang berlainan. Keadaan yang demikian memerlukan pembinaan dan pengembangan lingkungan hidup yang didasarkan pada keadaan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup akan meningkatkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan ketahanan subsistem itu sendiri, Dalam pada itu, pembinaan dan pengembangan subsistem yang satu akan mempengaruhi subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan menuntut dikembangkannya suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Untuk ku, diperlukan suatu kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Oleh karena itu, lingkungan hidup harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab negara, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. Selain itu, pengelolaan lingkungan hidup harus dapat memberikan kemanfaatan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah.

Undang-undang Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), sejak tanggal 3 Oktober 2009 mulai diberlakukan dan Undang-undang Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3699) telah di cabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi, hal tersebut sesuai dengan pasal 125 UU Nomor : 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Namun berdasarkan pasal 124 UU Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) bahwa semua peraturan perundang-undangan yang merupakan Peraturan Pelaksanaan (PP) dan UU Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor : 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor : 3699) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

Yang dimaksud dengan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kenisakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, permanfaatan, pengendaan, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

Hal yang membedakan antara UU Nomor.: 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dengan UU Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah adanya penguin, tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan.

PEMBAHASAN

Bahwa perbandingan dan perbedaan yang terdapat dalam UU R] Nomor : 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan UU RI Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dapat diuraikan sebagai berikut:

Pengertian Lingkungan Hidup

Pengertian lingkungan hidup dalam UU Nomor 23 tahun 1997 dijelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk alam dan perilakunya yang berpengaruh pada kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009, pengertian lingkungan hidup dijelaskan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk alam dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Pengertian Analisis Dampak Lingkungan

Dalam UU Nomor 32 tahun 2009, AMDAL mendapat porsi yang cukup banyak apabila dibandingkan dengan instrument lingkungan lainnya. Pengertian AMDAL dalam UU Nomor 23 tahun 1997 berbeda dengan pengertian AMDAL dalam UU Nomor 32 tahun 2009. Dalam UU Nomor 23 tahun 1997 dijelaskan pengertian AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup... (vide Pasal 1 angka 21), sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009 dijelaskan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan (vide Pasal 1 angka 11). Dalam UU Nomor 32 tahun 2009 pelanggaran AMDAL dapat dikenakan sanksi pidana dan perdata.

Pengertian Perusakan Lingkungan

Dalam UU Nomor 23 tahun 1997 dijelaskan bahwa perusakan lingkungar. Hanya sebatas pada adanya kerusakan fisik dan atau hayati dan mensyaratkan adanya disfungsi lingkungan hidup dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Dampak atau akibat dan perbuatan Perusakan lingkungan tersebut harus timbul.

Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009 dijelaskan bahwa perusakan lingkungan adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung sifat fisik, kimia dan atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Pengertian Pencemaran Lingkungan

Dalam UU Nomor 32 tahun 2009 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Batasan atau parameternya sangat jelas.

Sedangkan dalam UU Nomor 23 tahun 1997, batasan atau parameteray i ddak jelas terkait dengan pengertian tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Mengenai Pembuktian

Dalam UU Nomor 23 tahun 1997, pembuktian dalam tindak pidana ini masih mengacu kepada Pasal 184 KUHAP. Sementara dalam UU Nomor 32 tahun 2009, pembuktian dalam tindak pidana ini diatur secara khusus dalam Pasal 96, yaitu tetap mengacu kepada Pasal 184 KUHAP ditambah dengan alat bukti lain, termasuk alat bukti lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Mengenai Pemidanaan

Dalam UU nomor 23 tahun 1997, sanksi pidana yang diancam hanya berupa ancaman pidana maksimal, tidak diatur mengenai ancaman pidana minimal Begitu pula mengenai hukuman denda, masih terlalu ringan. Dalam UU nomor 32 tahun. 2009, sanksi pidana yang diancam terhadap pelaku tindak pidana ini diancam dengan ancaman pidana minimal dan ancaman pidana maksimal. Begitu juga mengenai hukuman denda, ancaman hukuman denda dalam UU ini sangat berat.

Subyek Hukum

Subyek hukum dalam UU Nomor 23 tahun 1997 adalah perorangan dan korporasi. Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009, yang menjadi menjadi subyek hukum adalah perorangan, korporasi atau industry, pemberi ijin dan penyusun dokumen amdal.

Penyidikan

Dalam UU Nomor 23 tahun 1997, kewenangan PPNS tidak diatur secara khusus dengan kewenangan yang sangat kecil.

Sedangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009, kewenangan PPNS diatur tersendiri dengan kewenangan yang sangat luas, sebagai contoh : PPNS memberi kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan dan penghentian penyidikan.

Pengajuan Gugatan

UU Nomor 23 tahun 1997 mengatur bahwa yang bisa mengajukan gugatan adalah masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (L.S.M). Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009, yang bisa mengajukan gugatan adalah masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (L.S.M), Pemerintah Daerah/Pemerintah pusat.

Tanggung Jawab Mutlak

Dalam UU Nomor 23 tahun 1997, untuk mempertanggungjawabkan perbuatan pelaku tindak pidana, unsur kesalahan pelaku harus dibuktikan dengan syarat tertentu. Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009, untuk mempertanggung jawabkan perbuatan pelaku tindak pidana, unsur kesalahan pelaku tidak perlu harus dibuktikan.

Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah

UU Nomor 23 tahun 1997, pembagian kewenangan antara pusat dengan daerah hanya diatur secara garis besarnya saja. Sedangkan dalam UU nomor 32 tahun 2009, pembagian kewenangan diatur secara khusus dan terperinci secara detail dalam Pasal 63 dan Pasal 64.

Perbedaan Azas

Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 hanya menganut 3 azas. Sedangkan UU Nomor 32 tahun 2009 menganut 14 azas, yaitu :

·         Tanggung jawab Negara ;

·         Kelestarian dan keberlanjutan ;

·         Keserasian dan keseimbangan ;

·         Keterpaduan;

·         Manfaat;

·         Kehati-hatian;

·         Keadilan;

·         Ekoregion;

·         Keanekaragaman hayati;

·         Pencemar membayar ;

·         Partisipatif;

·         Kearifan lokal / lingkungan hidup ;

·         Tata kelola pemerintahan yang baik ;

·         Otonomi daerah.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup pemberlakuan UU Nomor 23 tahun 1997 diatur secara umum sebagaimana terlihat dalam Pasal 2. Sedangkan ruang lingkup pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2009, diatur secara khusus sebagaimana terdapat dalam Pasal 3,

Audit Lingkungan

UU Nomor 23 tahun 1997 mengatur bahwa pelaksanaan audit lingkungan hidup dilakukan sendiri pengusaha yang bersangkutan dengan parameter kepatuhan audit lingkungan mengacu kepada standar yang ditetapkan oleh penanggungjawab  usaha/kegiatan (hal ini  terlihat  dalam  ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1 butir 23 dan Pasal 29). Sedangkan dalam UU Nomor 32 tahun 2009 mengatur bahwa pelaksanaan audit lingkungan hidup dilakukari oleh auditor lingkungan hidup yang bersertifikat dengan parameter kepatuhuan audit lingkungan mengacu kepada persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (vide Pasal 1 butir 28 dan Pasal 51).

Didalam Penjelasan UU No 23 Tahun 1997, tentang pengelolaan lingkungan hidup disebutkan bahwa sebagai penunjang hukum administrasi berlakunya ketentuan hukum pidana tetap mempematikahasas subsidiaritas yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila saksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat Dengan mengantisipasi kemungkinan semakin munculnya tindak pidana yang dilakukan oleh suatu korporasi, dalam Undng-undang ini diatur pula pertanggungjawaban korporasi.

Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat terangkum dalam satu sistem hukum lingkungan hidup Indonesia.

Atas subsidiaritas didalam UU no 32 Tahun 2009 tidak ditemukan lagi, tetapi secara tegas dapat ditemui didalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 100 ayat (1) setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi atau baku mutu gangguan dipidana dengan pidana paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000 (Tiga miliyar rupiah). Ayat (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari saru kali.

Selanjurnya didalam materi, dituangkan perbandingan perbedaan antara UU RI Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dengari UU RI Nomor: 23 Tahun tentang Pengelolaan Lingk Hidup, dapat kami inventarisir antara lain :

NO.
   

JENIS

PERBEDAAN
   

UNDANG - UNDANG RI NOMOR 23 TAHUN 1997
   

UNDANG-UNDANG RI NOMOR 32 TAHUN 2009

   

1
   

Pengertian Lingkungan Hidup
   

Berpengaruh pada kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. (vide Pasal 1 ayat (1).
   

Berpengaruh pada alam itu      sendiri, selain daripada kelangsungan perikehidupan        , dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (vide Pasal 1 ayat(l)).
   

2
   

Masalah Pembuktian
   

Tidak    mengatur secara khusus mengenai alat bukti sehingga merujuk pasal 184 KUHAP.
   

Diatur   secara khusus dalam pasal 96 dengan dimasukkannya alat bukti lain selain dari alat bukti yang ada pada pasal 184 KUHAP,
   

3
   

Masalah Pemidanaan
   

Tidak    diatur mengenai pengenaan   sanksi pidana minimal   khusus   ; jumlah pidana denda lebih ringan
   

Diperlakukan sanksi pidana minimal khusus dan jumlah pidana denda lebih besar.
   

4
   

Pengertian Perusakan Lingkungan Hidup.
   

Hanya sebatas pada adanya kerusakan   fisik   dan atau hayati    dan mensyaratkan adanya disfungsi lingkungan hidup    dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (harus timbul adanya dampak /akibat dan perbuatan) (vide pasal 1 angka 14)
   

Perusakan lingkungan hidup meliputi kerusakan fisik,    kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampui kriteria baku              kerusakan  lingkungan hidup (tidak dipersyaratkan adanya dampak /   akibat dan perbuatan) (pasal1 angka 16)
   

5
   

Penyidikan
   

Kewenangan   PPNS lebih sempit dalam hal ini tidak diatur     khusus masalah kewen angan penahanan, penggeledahan dan 'ain-lain (yide pasal 40 ayat (2)) PPNS        tidak diberi kewenangan untuk menghentikan penyidikan
   

Kewenangan PPNS diatur secara khusus dan lebih luas (Vide pasal 94 ayat (2))

PPNS diberi kewenangan dalam menghentikan penyidikan.
   

6
   

Pengajuan Gugatan
   

Masyarakat   dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
   

Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat Pemenintah Daerah/ Pusat
   

7
   

Tanggung jawab mutlak
   

Unsur     kesalahan harus dibuktikan    dengan syarat tertentu
   

Tidak     perlu adanya pembuktian unsur kesalahan
   

8
   

Pembagian

kewenangan antara

Pusat dan Daerah
   

Hanya memberikan pengaturan secara umum/garis besar, (vide Bab IV pasal 8)
   

Mengatur secara lebih terinci / mendetail mengenai pembagian kewenangan tersebut, (vide Bab LX pasal 63)
   

9
   

Perbedaan asaz
   

Menganut 3 azas (vide pasa 3)
   

Menganut 14 azas (vide pasal 2)
   

10
   

Ruang lingkup
   

Diantur secara umum (vide pasal 2)
   

Diatur    secara khusus (yide pasal 3)
   

11
   

Subyek Hukum
   

Pelaku tindak pidana perorangan maupun korporasi.
   

Pelaku tindak pidana perorangan, korporasi/ industri, pemberi ijin dan penyusun dokumen amdal.

12
   

Pengertian Analisis mengenai Dampak Lingkungan.
   

Mencantumkan kata "dampak besar" (vide Pasal 1 angka 21) cukup dicantumkan kata
   

Tidak mencantumkan kata "dampak besar" melainkan "dampak penting" (vide Pasal 1 angka 11)

13
   

   

Pelaksanaan audit lingkungan hidup  ' dilaksanakan oleh pengusaha    sendiri yang bersangkutan (vide pas& 29). Parameter  kepatuhan audit lingkungan disandarkan pada standar yang ditetapkan oleh penanggug jawab usaha / kegiatan yang bersangkutan (vide pasat 1 angka 23)
   

Pelaksanaan. audit Lingkungan hidup dilaksanakan oleh auditor lingkungan hidup yang bersertifikasi. (vide pasal 51)

Parameter kepatuhan audit lingkungan disandarkan pada persyaratan hukum kebijakan

ditetapkan oleh pemerintah (vide pasal 1 angka 28)

14
   

Pengertian

pencemaran

lingkungan
   

Tidak ada parameter yang jelas terkait dengan pengertian tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (vide pasal 1 angka 12)
   

Ada parameter yang jelas yakni   melampaui baku mutu   yang   d i tetapku (vide pasal I angka 14)

m

   

   

   

   

   

   

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian tersebut diatas, pemberlakuan UU Nomor 32 tahun 2009 yang pemberlakuannya menggantikan UU Nomor 23 tahun 1997 diharapkan membawa perubahan atas penegakan hukum terhadap para pelaku tindak pidana lingkungan hidup. UU Nomor 32 tahun 2009 telah menerapkan ancaman pidana minimal dan ancaman pidana maksimal dengan denda yang sangat berat. Adapun perbedaan yang lain antara UU Nomor 23 tahun 1997 dengan UU Nomor 32 tahun 2009 adalah ;

·         Masalah Pembuktian

·         Masalah pemidanaan

·         Subyek Hukum

·         Penyidikan

·         Gugatan

·         Tanggungjawab mutlak

·         Kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah

·         Perbedaan azas

·         Ruang Lingkup

·         Pengertian Lingkungan Hidup

·         Pengertian analisis mengenai dampak lingkungan

·         Pengertian Perusakan lingkungan

·         Pengertian pencemaran lingkungan

·         Audit lingkungan.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 juga memberikan kewenangan yang luas kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui Undang-Undang ini juga. Pemerintah memberi kewenangan yang sangat luas kepada pemerintah daerah-dalam melakukan perlindungan dan pengei lingkungan hidup di daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Oleh karena itu, lembaga yang mempunyai beban kerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tidak cukup hanya suatu organisasi yang menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaan kebijakan, tetapi dibutuhkan suatu organisasi dengan porto folio menetapkan, melaksanakan, dan mengawasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga mempunyai ruang lingkup, wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan konservasi. Untuk menjamin terlaksananya tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut dibutuhkan dukungan pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai untuk Pemerintah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai untuk pemerintah daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar