Makalah Membentuk Generasi Islami

Makalah Membentuk Generasi Islami. Semoga makalah berikut ini dapat membantu anda dalam mengerjakan tugas makalah anda.

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٩)
"Hendaklah mereka takut kepada Allah jika meninggalkan generasi yang lemah di belakang mereka, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang balk." (Q.S. 4/An-Nisa' : 9).
Anak atau keturunan atau pun generasi penerus dalam konsep Islam dianggap sebagai permata dan hiasan hidup seseorang di dunia. Pemberian predikat sebagai permata, perhiasan hidup dan juga se¬bagai pelipur lara di kala duka, lebih terasa bila penampilan anak itu beridentitaskan kepribadian Islam.
Mewujudkan anak menjadi insan yang sehat dan berperilaku Islam, di pundak orang tualah terletak tanggung jawab yang utama. Orang tua berkewajiban merawat, memelihara serta mendidiknya sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Apabila kewajiban merawat, memelihara dan mendidiknya itu dilakukan dengan tepat oleh setiap orang tua, niscaya hal itu merupakan manifestasi dari mensyukuri nikmat Allah.
Pemeliharaan anak dengan baik dan penuh tanggungjawab akan mampu menumbuhkan cinta kasih timbal balik antara orang tua dan anak. Didikan yang diberikah orang tua terutama ibunya kepada anak di kala bayi atau balita, besar sekali pengaruhnya terhadap perasaan cinta anak kepada orang tua. Allah SWT dalam firman-Nya yang suci dengan jelas sekali memberikan tuntunan yang cermat, antara lain sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ (١٥)
"Kami telah mengingatkan manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandung dan kemudian menyapihkan sampai tiga puluh bulan, hatta mencapai usia dewasa. Sewaktu usianya mencapai 40 tahun, ia menghadapkan munajatnya kepada A llah: 'Rabbi! Limpahkanlah kepadaku suatu sikap untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Kau berikan kepadaku dan kedua orang tuaku. Tetapkanlah hatiku supaya selalu dapat beramal saleh yang Engkau ridhai, Limpahkanlah kebaikan untukku dalam hal yang berkaitan dengan keturunanku." (Q.S, 46/Al-Ahqaf ; 15).

Orang Tua yang Sibuk
Dampak dari perkembangan teknoiogi terkadang terasa seba¬gai suatu pergeseran nilai-nilai sosial dan keagamaan; tidak terkecuali dalam hal ini dampak terhadap komunikasi antara anak dengan orang tua. Di tengah-tengah masyarakat yang menyebut dirinya sebagai "negara maju dan modern", yang lehih berorientasi kepada industri, huhungan yang akrab dan alami antara si orang tua dengan anak makin renggang, 
Sang ayah yang terlalu sibuk dengan aktivitas keduniawian. hampir tak terrsisa waktunya untuk bertatap muka dan berdialog dengan  anaknya.
Anak-anak yang memerlukan bimbingan dan didikan kepribadian dibiarkan lepas begitu saja. Segala kehutuhan anaknya yang bersifat materi dipenuhi dengan  baik. Tetapi pada pihak lain hati anak yang gersang dari limpahan kasih sayang tidak menjadi perhatiannya. Dalam pandangan ayah seperti itu. hahwa jika kebutuhan materi sudah dipenuhi, segala sesualu akan menjadi beres.
Demikian pula itu, lehih-lebih bagi ibu-ibu yang lehih mementingkan karier, untuk menempatkan dirinya agar disebut "wanita karier", banyak kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawab-nya, ditinggalkan. Betapa banyak wanita yang masih enggan menyusui anaknya dengan air susunya sendiri. Wanita seperti itu khawatir bila payudaranya akan herubah bentuk jika bayinya disusui.
Berbagai penyakit masyarakat sebagaimana disebutkan itu pada beberapa puluh tahun yang lalu, memang dianut oleh wanita Barat yang "modern/tetapi justru di Barat kini tradisi tidak mau memberikan ASI, misalnya, dianggap kuno. Mereka dengan  penuh kesadaran kembali kepada kodrat wanita. apalagi setelah ada penelitian yang menyebutkan ASI itu jauh lebih baik dengan susu apa pun.
Banyak wanita kita justru memungut apa yang telah dibuang oleh Barat. Barat yang dulu terlalu bebas membiarkan anak hidup dan mengurus dirinya sendiri, kini kembali mengingalkan diri pada hal-hal yang sebenarnya alami. Keakraban yang selama ini diabaikan, mulai dibuhul kembali, sehingga hubungan batin antara orang tua dengan  anak makin kuat.
Dalam ajaran Islam konsep pembinaan anak dalam upaya pembentukan generasi yang kuat dan Islamis, sudah dicanangkan lebih 14 abad yang lalu. Memberikan susu langsung dari air susunya mengingatkan tali kasih sayang yang murni, selain bahwa ASI itu merupakan salah salu penangkal untuk mengatur jarak kelahiran. Mengesampingkan aspek ini sama dengan  membiarkan anak tanpa kendali. Dan bila keadaan seperti ini dijumpai dalam sesuatu masyarakat, orang dengan  gampang menuding dalang bahaya kenakalan remaja. Padahal tumbuhnya benih kenakalan serta kebinalan itu tidak lain kecuali karena si anak tidak memperoleh rasa kasih sayang yang suci dari orang tuanya.
Dengan  perkataan lain, pengabaian orang tua terhadap pertumbuhan anak, sama dengan  membiarkan mereka tumbuh menjadi keturunan atau generasi yang lemah. Muncul generasi yang penuh santai dan hura-hura. Bagi generasi umat Islam, kondisi ini benar-benar sangat riskan. Karena setiap anak yang tidak memperoleh limpahan kasih saying yang murni, akan mudah dirasuki oleh anasir-anasir yang dapat menghancurkan akidahnya.

Diintip Misi Lain
Anak yang terbiarkan begitu rupa, acapkali menjadi intaian pihak lain. Betapa pun ada sementara orang yang mengingkarinya, namun fakta telah banyak berbicara kepada kita. Allah Maha Benar dengan firman-Nya yang mengatakan :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ … (١٠٩)
Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, …… (Q.S. 2/Al-Baqarah : 109). 
Kita menyaksikan dengan  perasaan pilu, betapa sebagian remaja kila telah dimanfaatkan oleh penganut agama lain, dengan iming- iming kehidupan dalam hura-hura. Pikiran mereka dihancurkan dengan minum-minuman keras yang memabukkan. Dia rangkul agar remaja kita mau berprinsip hidup bebas, cinta bebas" dan akhirnya kepada seks bebas. Para remaja yang kehilangan kasih sayang dari orang tuanya, menganggap ajakan seperti itu sebagai penyaluran dari perasaan yang hampa.

Contoh Pendidikan Moralitas Dalam Al-Qur'an     
Anak dan keturunan kalau tidak tepat pembinaannya memang dapat mendatangkan bahaya yang penuh risiko kepada orang tua. Bahkan bukan anak saja, tetapi juga istri pun dapat menimbulkan bahaya dan celaka kepada suami, jika si istri itu selalu merongrong dan mendorong suami untuk melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama. Peringatan Allah agar orang Mukmin berhati-hati terhadap perilaku istri dan anak, disebutkan dalam firman-Nya :
"Wahai orang-orang Mukmin! Sungguh di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu; karena itu berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan, berlapang dada dan mengampuni mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S. 64/At-Taghabun: 14).
Kehati-hatian setelah terlambat, setelah anak itu terlanjur tidak mendapat pendidikan moral yang cukup, maka kehati-hatian semacam itu sudah kasip. Karena itu mendidik anak dalam rangkaian pembentukan generasi penerus yang kuat, bertanggungjawab dan Islamis, harus dilakukan sejak dini. Konsep pendidikan yang disodorkan AI-Qur'an, antara lain ditunjukan Allah dalam ungkapan sebuah kisah pendidikan Islamis yang diterapkan oleh seorang bijak yang bernama Luqman Al-Hakim. Pendidikan menurut pola dan metode yang diberikan Luqman, dapat disimak dari firman-Nya dalam Surat 31/Luqman : 13-19, yang intinya mencakup berbagai aspek tauhid, moralitas dan sosial, yaitu :
  1. Didikan untuk mengingatkan anak agar tidak mempersekutukan Allah;
  2. Penanaman budi pekerti kepada manusia untuk berbuat baik kepada ibu bapaknya, dengan mengingatkan penderitaan ibunya ketika mengandung dengan susah payah dan merawatnya hingga penyapihan dalam dua tahun. Karena itu setiap orang wajib bersyukur kepada Allah dan juga kepada kedua orang tuanya;
  3. Penghormatan kepada orang tua yang kafir sekalipun tetap harus dijaga dalam kehidupan sosial, demikian pula patuh kepadanya. Yang tidak boleh dipatuhi jika kedua orang tuanya itu mengajak anak mempersekutukanNya;
  4. Pendidikan dan tuntunan kepada anak agar selalu menegakkan shalat, menyuruh yang makruf, melarang semua tingkah laku mungkar;
  5. Tuntunan untuk bersikap sabar atas sesuatu cobaan;
  6. Tidak. meremehkan orang lain;
  7. Tidak bersikap angkuh dan sombong, karena Allah tidak menyukai karakter seperti itu;
  8. Menanamkan sikap untuk berhati-hati dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan tidak membuahkan kezaliman kepada pihak lain, yang diisyaratkan dengan bahasa: "perlahanlah dalam berjalan";
  9. Tuntunan untuk berbicara dengan lembut.
Itulah pokok-pokok tuntunan Al-Qur'an dengan pola pen¬didikan Islamis yang harus ditanamkan sedini mungkin pada anak. Berhasilnya pendidikan ini sangat ditentukan oleh keakraban hubungan antara anak dengan orang tua. Jika tugas edukasi ini dilakukan setelah anak menjadi remaja, dan jiwanya telah dirasuki anasir-anasir yang merusak jiwa dan akidahnya, maka tugas itu tidak akan membawa hasil. Mendidik anak pada saat hatinya masih bersih lebih mudah dari saat ia remaja.
Sebuah pepatah mengatakan:
"Sungguh, pendidikan budi pekerti besar manfaatnya jika di lakukan pada waktu anak masih kecil. Sama sekali tidak ber-guna jika itu dilakukan sesudahnya.
Sebuah ranting lebih mudah diluruskan selama ia masih bernama ranting dan tidak mungkin ranting itu diluruskan ia berubah menjadi kayu.

EROSI NILAI AKHLAK DI KALANGAN REMAJA
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٤)
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara isteri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Karena itu, berhati- hatilah kamu terhadap mereka. Jika kamu memaafkan dan mengampuni mereka serta kamu berlapang dada; maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Kasih." (Q.S. 64/At-Taghabun : 14).
Timbulnya pergeseran dan erosi nilai akhlak di kalangan remaja kita benar-benar memprihatinkan. Erosi itu bagaikan sosok hantu yang menjanjikan kesuraman hari depan mereka. Dulu kita hanya mendengar sikap dan perilaku ketidakwajaran itu melanda negeri-negeri Barat yang materialistis. Tetapi kondisi itu makin merasuk kian jauh dalam berbagai tingkah laku destruktif. Dan kemudian, dengan gampang sebagian orang tua menuding lembaga pendidikan karena sifatnya yang makin menjurus sekular sebagai biang timbuhnya aneka tingkah laku remaja (terutama pelajar) yang tidak senonoh itu. Sepintas lalu tudingan itu tak dapat disalahkan; karena dalam kenyataan memang faktor pengajaran dan pendidikan budi pekerti dan nilai intens agama makin kabur. Tetapi dari segi pandangan lain, terutama dari sudut pandang norma yang terdapat dalam syariat Islam yang agung; bahwa faktor peranan orang tua justru lebih menentukan.
Misalnya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Ya'la, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani, Rasulullah menyebutkan bahwa : "Setiap anak yang dilahirlcan itu berada atas kesucian agama sampai lidahnya lancar berbicara. Selanjutnya faktor kedua orang tuanyalah yang menyebabkan si anak bertingkah seperti Yahudi atau Nasrani atau Majusi."
Allah SWT dalam wahyu suci-Nya, yang dikutip dalam mukaddimah di atas, telah memperingatkan semua orang Mukmin, bahwa sebagian dari istri dan anak -anak mereka ada yang menjadi musuh, dalam arti bahwa dengan ulahnya, mereka dapat menjerumuskan suami atau ayahnya melakukan perbuatan yang melanggar agama. Namun munculnya tingkah laku itu juga bisa jadi disebabkan ketidak-pedulian seorang ayah terhadap anak. Dengan alasan kesibukan menekuni karier atau mengurus bisnis, tak tersisa lagi waktunya untuk ikut serta mendidik anak, Padahal peranan orang tua jauh lebih vital dan menentukan dibandingkan dua faktor lainnya: lingkungan dan guru.
Banyak orang tua yang berpikir bahwa dengan droping segala keperluan pendidikan dan uang jajan yang besar, semua masalah telah selesai. Tidak sedikit orang tua yang waktunya terhisap oleh kesibukan luar rumah. Tak sempat lagi ia berkumpul secara lengkap dengan keluarga, apalagi berdialog dan membina komunikasi dengan anak. Akibatnya seperti kenyataan yang kita saksikan ini.
Mereka menyerap kebudayaan apa saja dan kemudian cenderung mencintai hura-hura yang dengan sengaja memang disodorkan oleh musuh Islam untuk menghancurkan generasi mudanya. Timbul perkelahian antar mereka, karena masing-masing kelompok ingin mempertahankan "superioritas" kelompoknya. Perkelahian massal itu makin hari makin menjurus kepada tindakan-tindakan kriminalitas, sampai-sampai ada oknum pelajar yang melakukan aksi merebut setir bis kota. Seandainya orang tua, mau memperhatikan peringatan Allah, niscaya segala bentuk perilaku yang tak terpuji dapat dihindarkan atau diperkecil. Dalam Al- Qur'an Allah SWT memperingatkan:
"Dan hendaklah mereka merasa khawatii; jika mereka meninggalkan generasi yang lemah di belakang mereka? yakni khawatir terhadap tingkah laku dan kesejahteraan mereka. Karena itu,hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar". (Q.S. 4/An-Nisaa': 9).
Generasi yang lemah dalam konteks ini, bukan hanya lemah dalam aspek sosial ekonomi, melainkan juga lemah dalam akidah dan erosi dalam akhlak. Kesenjangan bimbingan orang tua dan miskinnya komunikasi (muwajah, face to face) antara orang tua dan anak, dapat dipergunakan oleh dengki Islam untuk meracuni jiwa generasi muda itu.

Metode Efektif Menggelincirkan Generasi Muda Islam
Musuh-musuh Islam, baik Yahudi dan Nasrani yang kapitalis maupun komunis, pada dasarnya mempunyai sikap yang sama dalam melemahkan Islam melalui pengembangan pemahaman agama kepada pemeluknya. Mereka tidak lagi melihat aktivitas pemurtadan sebagai cara terbaik. Telah lama mereka memilih cara lain yang lebih efektif, yakni metode menanamkan kesan mencintai kemewahan dan demokrasi pada generasi muda Islam. Demokrasi di sini adalah dalam makna kebebasan untuk tidak patuh kepada orang tua, harus berani menghujatnya dan protes terhadap kemutlakan peranan pihak orang tua.
Jadi tujuan mereka kini bukanlah mengumpulkan angka secara kuantitas tentang Muslim yang murtad dari agamanya. Generasi muda tetap dalam Islam, tetapi perilaku mereka digiring dan diarahkan kepada: 
  1. Perilaku yang bebas tanpa kendali seperti gaya kehidupan remaja di Barat, di mana sang remaja itu diantisipasi untuk bersikap bebas secara mutlak, termasuk bebas dalam protes kepada orang tua (plus guru), walau cara itu tidak sejalan dengan etika dunia beradab.
  2. Meracuni cara berpikir mereka untuk memutlakkan kedudukan rasio. Padahal dalam Islam, akal itu bukan segalanya. Akal hanya sebagai alat belaka, bukan akal yang dijadikan agama.
  3. Menanamkan sikap kritis yang tidak proporsionai kepada ge¬nerasi muda Islam, agar generasi itu membuang rasa kepedulian mereka kepada agama.
  4. Merangsang generasi muda untuk mencintai hidup santai, hura-hura, penuh glamour serta pergaulan bebas, dan me¬racuni mereka dengan impian dan khayalan melalui minuman keras, ganja, heroin, narkotik serta perjudian. Iming-iming hadiah, hampir dalam segala bentuk produksi dan jasa telah menimbulkan akibat sampingan yang begitu memprihatinkan dalam masyarakat.
Ibarat dari Kisah Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi yang juga disebut sebagai "abu'l-anbiya"; dari zurriyat-nya (keturunan) Allah telah memuncul-kan banyak Rasul. Selain Nabi Muhammad SAW yang dalam pribadi-nya terdapat keteladanan utama (Q.S. 33/Al-Ahzab : 21), dalam kepribadian Ibrahim pun terdapat keteladanan yang harus digali (Q.S. 60/Al-Mumtahanah: 4). Di antara contoh kepribadian Ibrahim adalah doanya kepada Allah :
"Ya Allah jadikanlah negeri ini, negeri yaang aman, dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari perilaku penyembah berhala. Rabbi! Sungguh berhala-berhala itu (dalam bentuk nyata dan tidak nyata) telah menyesatkan banyak manusia." (Q.S. 14/Ibrahim: 35-36).
Salah seorang keturunannya yaitu Yakub a.s. putra Ishak a.s. peka sekali tentang apa yang dikhawatirkan Ibrahim. Maka suatu ketika menjelang ajalnya, ia memanggil semua putranya, lalu ia bertanya kepada mereka : "Apakah yang kamu sembah setelah aku (mati) (Q.S. 2/Al-Baqarah: 133).
Mereka serentak menjawab, "Kami pasti menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapakmu Ibrahim, Ismail dan Ishak, yakni Tuhan Yang Maha Esa dan kepadaNya kami menyerahkan dirt" (Q.S. 2/AI-Baqarah: 133).
Maka sepantasnya pula kita menanyakan genera si muda kita, dalam rangka membina aqidah dan akhlak mereka, "Apakah sikap kalian menghadapi aneka macam persekongkolan musuh-musuh agamamu yang berusaha melakukan kegiatan pendangkalan dan pengambangan pemahaman terhadap agamamu?"
Dalam kaitan inilah, sebenarnya peranan orang tua itu sangat menentukan dan sentral sekali untuk memelihara kesucian akidah generasi muda kita. Para patriot dan cendekiawan Muslim masa lampau telah banyak berbuat dalam mewariskan pemahaman Islam secara tepat kepada kita, dan seyogiyanya kita pun harus berbuat sesuatu dalam pembinaan generasi penerus kita.

Teladan Rasulullah Dalam Pembinaan Umat
Kedudukan dan peranan orang tua dan anak dalam konsep Islam, antara lain tergambarkan dalam sabda Rasulullah SAW:
"Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menanamkan mereka orang baik-baik, karena mereka berbuat baik kepada bapak, ibu dan anak; sebagaimana ibu-bapakmu mempunyai hak atasmu, demikian juga anakmu mempunyai hak atasmu." (H.R. Thabrani).
Orang tua terkadang menyia-nyiakan anaknya karena cintanya untuk mengumpulkan harta. Karena cinta dan ambisi begitu besar dalam mengumpulkan harta itu, waktu dan tenaganya tersita untuk itu. Waktu yang tersita untuk mengumpulkan harta seperti itulah yang menyebabkan anak tersia-sia. Oleh kesibukan-kesibukan me¬ngumpulkan harta dan mencari kemewahan duniawi, tak sempat lagi ia mendidik atau mengontrol pendidikan anaknya serta menuntutnya menjadi insan yang berbudi pekerti baik, Untuk orang tua seperti inilah, Nabi SAW memberikan petunjuk
"Hormatilah anak-anahnu dan baguskanlah perangai mereka." (HR. Ibn Majah).
Salah satu diantara ibadat dalam syariat Islam yang memiliki hikmah dalam membendung berbagai tingkah laku destruktif adalah membiasakan mereka menegakkan shalat secara teratur. Menanamkan kebiasaan shalat sehingga menjadi darah dan dagingnya harus dimulai sejak dini, pada waktu masih balita, bahkan pada saat ia mulai dapat membedakan antara tangan kanan dengan tangan kirinya.
Sabda Nabi SAW:
"Apabila seseorang anak telah dapat membedakan antara ta¬ngan kanan dengan tangan kirinya, maka tuntunlah dia untuk menegakkan shalat." (H.R. Abu Dawud). 
Dan shalat secara baik dan benar, selain dapat membendung seseorang dari tingkah laku yang destruktif, sesungguhnya shalat pulalah - antara lain - yang telah berhasil membentuk jama'ah Musliminn yang tangguh dalam percaturan kehidupan internasional pada masa lampau. Semoga demikian pula kiranya generasi muda Islam di negeri ini.

PERANAN DAN KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاءٌ بعْضٍ يأْمُرُوْنَ بَالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلَوةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ اُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ اَنَّ اللهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Para Mukmin laki-laki dan perempuan sebagian mereka men¬jadi penolong terhadap sebagian lainnya. Mereka menyuruh kepada yang makruf dan melarang dari perbuatan yang mungkar.

Tuduhan Naif Kepada Islam
Sejak Islam mulai berkembang, berbagai cara ditempuh dan dilakukan oleh mereka yang tidak senang, untuk menghujat kekurangannya. Dari pihak musuh Islam tuduhan yang dilemparkan kepada Islam, misalnya, bahwa Islam menempatkan derajat para wanita di bawah derajat laki-laki. Mereka mengambil contoh yang tidak lengkap, dengan pemenggalan hakikatnya, menuduh ihwal pembagian warisan dalam Islam tidak adil. Laki-laki mendapat bagian dua kali lipat lebih banyak daripada kaum wanita.
Bagi kita persepsi mereka yang di luar Islam tidak mengherankan, karena pembicaraan dan hujat yang dilandasi perasaan kedengkian, tidak akan membuahkan hasil yang obyektif. Tetapi yang benar-benar memprihatinkan, adalah karena banyak orang yang mengaku dirinya Islam ikut serta dalam persekongkolan rendah itu. Mereka mengkultuskan akalnya semata melebihi penjelasan Rasulullah, dan menafsirkan ayat menurut kehendakdan seleranya sendiri. Justru pembagian harta pusaka kepada wanita lebih kecil (separuh) dari bagian untuk laki-laki itulah terletak inti keadilan (kalau kita berbicara tentang keadilan dalam hal waris itu misalnya). Karena laki-laki mempunyai tanggung jawab lebih besar, "al-rijaal gawwaa-muun ala al-nisaa", laki-laki adalah pengayom terhadap kaum wanita (Q.S. 4/An-Nisa': 34). Namun begitu dalam risalah ini kita tidak akan membahas hal itu lebih lanjut.
Ayat yang dikutip di atas memberikan gambaran bahwa kedudukan laki-laki dengan wanita sama derajat dan peranannya, meskipun kesamaan itu tidak dalam semua aspek, karena disesuikan dengan kodrat mereka. Ketika Islam pada abad ketujuh telah mem¬berikan banyak peluang kepada kaum wanita untuk berperan serta dalam kegiatan sosial, maka di belahan dunia lain, wanita diperlakukan tidak sewajarnya. lebih-lebih jika lembaran sejarah dibuka lebih ke belakang lagi. 
Orang Nasrani menganggap wanita sebagai malapetaka dan bencana yang menimpa manusia; karena keberadaan mereka dihubungkan dengan dosa Hawa yang menipu Adam. Hukuman itu masih tetap berlaku, menurut mereka. Baru pada tahun 586 M ada sedikit perubahan kedudukan wanita; dalam suatu pertemuan de¬ngan perdebatan sengit di Perancis, kaum Nasrani menganggap wanita sebagai manusia juga, tetapi manusia yang diciptakan Tuhan untuk mengabdi kepada laki-laki; dan mereka masih tetap dianggap sebagai pintu setan.

Islam Membebaskan Wanita dari Penghinaan
Islam datang dengan firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١)
"Wahai Manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu jenis, dan dari jenis itu dijadikan isterinya, kemudian diperkembangbiakkanNya laki-laki dan perempuan yang banyak." (Q.S. 4/An-Nisaa’ : 1).
Hanya kitab suci Islam yang secara khusus memberikan nama sebuah surat di dalamnya dengan judul Perempuan (An-Nisa’). Dalam beberapa hal mereka diberi hak sama dengan laki-laki. Dapat menjadi penolong, akan diberikan balasan baik atau buruk sama seperti laki-laki, diberi kesempatan menuntut ilmu dan memilih profesi tertentu yang sesuai dengan kodrat, diberi kesempatan untuk menyatakan "ya" atau "tidak" terhadap jodohnya, ikut serta sebagai anggota pasukan dalam peperangan (terutama untuk menjadi penolong - palang merah - atas korban perang), berhak menuntut tempat tinggal kepada suaminya sesuai dengan kemampuan suami, dan dalam rumah tangganya mempunyai hak yang sama (Q.S. 2/Al-Baqarah : 228), mempunyai hak untuk menggugat suami, apabila suaminya tidak bersikap bijaksana dalam pembinaan rumah tang¬ganya, dan sebagainya.

Emansipasi Menurut Islam
Dari hal-hal yang dikemukakan sepintas lalu di atas, jelas sekali kepada kita, bahwa Islam pada dasarnya memberikan keleluasan kepada kaum wanita untuk memperjuangkan emansipasi dalam arti positif. Emansipasi yang berlandaskan ketakwaan kepada Allah SWT. Jadi, sama sekali bukan emansipasi yang salah kaprah seperti yang dianut oleh negara-negara Barat.
Sejarah umat Islam mengemukakan banyak fakta betapa kaum wanita mendapat hak yang sama dengan laki-laki. Sebagai contoh, bahwa para isteri Nabi SAW - karena diberikan hak emansipasi sering menyampaikan saran kepada Nabi terhadap masalah yang sulit dipecahkan oleh beliau. Saudah binti Zam'ah salah seorang isteri Rasulullah memberikan saran jalan keluar ketika beliau menghadapi problem untuk memotivasi para sahabatnya agar mencukur rambut-nya.
Pada abad ke 17, ketika kaum wanita dianggap setan di Eropah, pada sebuah kerajaan Islam di Aceh Darussalam telah tercatat tidak kurang dari 16 wanita yang menjadi anggota DPR. Dan Aceh pada abad ke 18 dan 19 pernah diperintah oleh empat orang ratu selama 59 tahun.
Kalau kita menoleh ke dalam bagian kehidupan yang lain, dalam sejarah umat Islam banyak sekali dijumpai fakta tentang aktivitas wanita yang menonjol seperti Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shidiq terkenal sebagai seorang Muslimah, istri Nabi, yang pengetahuannya luas sekali tentang Islam. Di kalangan sufi, mislanya, dikenal nama Rabi'ah Al-Adawiyah. Dan masih banyak sekali contoh lain yang dapat diketengahkan
Tetapi di samping ada hak-hak yang sama, ada pula hak-hak yang tidak dapat disejajarkan dengan laki-laki. Kebebasan yang diberikan Islam tidak bebas secara absolut; karena kebebasan yang absolut itu acap mendatangkan efek sampingan yang berbahaya. Akibat pengejaran karier yang berlebihan, si Istri tidak berperan secara utuh sebagai pendamping suami khawatir disebut "tidak mo¬dern", mereka melepaskan tanggung jawab datam mengasuh dan mendidik anak. Efek sampingan yang kita lihat dalam masyarakat, misalnya, muncul generasi muda yang bertingkah seperti orang frustasi, karena mereka tidak memperoleh kasih sayang yang utuh dari ibunya.
Seorang wanita yang berfungsi sebagai ibu, efektif sekali bila dia dapat berperan secara aktif, membina watak serta akhtak anak. Tak dapat dilepas seratus prosen masalah pendidikan anak kepada pihak sekolah semata. Bukan suatu hal yang berlebihan, bila dikaji secara mendalam, bahwa timbulnya perkelahian antar pelajar pada waktu akhir-akhir ini, karena pihak orang tua terlalu sibuk, terutama karena ibunya disibukkan oleh keinginan untuk mengejar dan mengembangkan karier, kerena menurut kaca mata Barat : karier bagi seorang wanita harus sdmbang dengan kaum laki-laki.
Akhirnya kita berharap semoga wanita Muslimah akan menyadari kedudukan dan peranannya dengan tepat, seperti apa yang telah diberikan Islam. Dengan mengambil posisinya secara proporsional itulah, suatu masyarakat dengan generasi yang bertanggungjawab akan tercipta. Insya Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar