Makalah Pengertian Fiqih Muamalah

Makalah Pengertian Fiqih Muamalah. Semoga makalah berikut ini dapat membantu anda dalam mengerjakan tugas makalah anda.

A. PENGERTIAN FIQIH MUAMALAH
Kata Muamalah berasal dari bahasa Arab "AI-Mu'amalah” yang secara etimologi yaitu Al-Mufa'lah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Sedangkan Fiqh Muamalah secara terminologi didefinisikan sebagai hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan. Misalnya, dalam persoalan jual-beli, utang piutang, kerja sama dagang, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa-menyewa. Sebagai istilah khusus dalam Hukum Islam, fiqh Muamalah adalah fiqih yang mengatur hubungan antar individu dalam sebuah masyarakat
Dengan mempertimbangkan pembidangan aspek-aspek hukum Islam yang populer, maka yang dimaksud dengan Fiqh Muamalah, adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Musthofa Ahmad Al-Zarqa
“Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan huhugan sesama manusia dalam urusan kehendaan, hak-hak kebendaan serta penyelesaian perselisihan di antara mereka”.
Memperhatikan pengertian yang disampaikan di atas, Fiqh Muamalah dapat dipahami sebagai hukum perdata Islam tetapi terbatas pada hokum kebendaan dan perikatan. Dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH-Perdata), maka Fiqh Muamalah tidak membahas “Hukum Perorangan” (Personen Rcchl) melainkan hanya membahas “Hukum Benda: (Zaken Rechf) dan “Hukum Perikatan” (Verbintenissen Recht).

B. RUANG LINGKUP FIQH MUAMALAH
Sebagaimana telah disampaikan pada pengertian diatas, Fiqh Muamalah diartikan sebagai bagian hukum Islam yang mengatur hubungan keperdataan antar manusia, maka dapat dikatakan bahwa Fiqh Muamalah lebih mudah dipahami sebagai Hukum Perdata Islam. Namun dibandingkan dengan istilah “Hukum Perdata” yang berlaku dalam disiplin ilmu hukum umum, Fiqh Muamalah lebih sempit. Dalam hal ini ruang limgkup Fiqh
Muamalah secara garis besarnya hanya meliputi pembahasan tentang Al-Mal (harta), Al-Huquq (hak-hak kebendaan) dan hukum perikatan (Al-Aqad).
Berikut ini adalah penjabaran secara global tentang ruang lingkup pembahasan fiqh mu’ammalah.
Bagian Pertama : hukum benda
Konsep harta (Al-Mal), meliputi pembahasan tentang pengertian harta unsur-unsurnya dan pembagian jenis-jenis harta
Konsep hak (Al-Huquq), meliputi pembahasan tentang pengertian hak, sumber hak. perlindungan dan pembatasan hak, dan pembagian jenis-jenis hak.
Konsep tentang hak milik (Al-Milkiyah) meliputi pembahasan tentang pengertian hak milik. sumber-sumber pemilikan dan pembagian macam-macam hak milik. 
Bagian Kedua: Konsep Umum Akad
Pengertian akad dan Tasawwiif
Unsur-unsur akad dan syarat masing-masing unsur
Macam-macam akad Bagian 
Ketiga: Aneka Maccim Akad Khuxus
Ruang lingkup pembahasan ini meliputi berbagai macam akad (transaksi) muammalah seperti:
Jual beli (al-bai’), sewa-menyewa (al-ijarah), utang-piutang (al-qard), penangguhan (al-kafalah) gadai (rahn) bagi hasil (mudharabah) persekutuan (musyarakah), pinjam meminjam (ariyah) penitipan (wadi’ah) dan lain sebagainya. masing-masing disampaikan dalam bab tersendiri. 

C. KAIDAH-KAIDAH UMUM FIQIH MUAMMALAH KONTEMPORER
Prinsip dasar dalam persoalan fiqh muamalah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu sendiri. Dari kaidah pertama di atas terlihat perbedaan persoalan muamalah dengan persoalan akiclah. dan ibadah.
Hukum dasarnya adalah boleh sampai ditemukan dalil yang melarangnya. Ini artinya. selama lidak ada dalil yang melarang suatu kreasi jenis muamalah, maka muamalah itu dibolehkan. Namun demikian, sekalipun pada prinsipnya berbagai jenis muamalah dibolehkan selama selama tidak dijumpai dalil yang melarangnya, berbagai jenis muamalah yang diciptakan dan dilaksanakan oleh umat Islam tidak terlepas dari sikap pengabdian kepada Allh SWT. Dengan demikian, kaidah-kaidah umum yang berkaitan dengan fiqih muamalah tersebut harus diperhatikan dan dilaksanakan. Kaidah-kaidah umum yang ditetapkan syara’ dimaksud, diantaranya adalah :
Seluruh tindakan fiqh muamalah terlepas dari nilai-nilai ketuhanan. Artinya, apa pun jenis fiqh muamalah yang dilakukan oleh seorang muslim harus senantiasa dalam rangka mengabdi kepada Allah dan senantiasa berprinsip bahwa Allah selalu mengotrol dan mengawasi tindakan tersebut. Hal ini dapat di pahami dari firman Allah dalam surat az-Zariyat 51:56; 
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Implikasi adalah seluruh persoalan- persoalan keakhiratan. Memperhatikan keseimbangan nilai kebendaan dengan nilai kerohanian. Hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam surat al-Qashash 28:27,
"Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu ....”
Seluruh tindakan fiqh muamalah tersebut tidak terlepas dari nilai-nilai kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak yang terpuji, sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di bumi
Melakukan pertimbangan atas kemaslahatan pribadi dan kemaslahatan masyarakat. Jika memang untuk memenuhi kemaslahatan bersama harus mengorbankan kemaslahatan individu. maka hal itu boleh dilakukan.
Menegakkan prinsip-prinsip kesamaan hak dan kewajiban sesama manusia
Seluruh yang kotor-kotor adalah haram, baik berupa kegiatan. perkataan, seperti penipuan, manipulasi, eksploitasi manusia atas manusia, penimbunan barang oleh para pedagang (ihtikar) dan kecurangan-kecurangan maupun dalam kaitannya kepada materi, seperti minuman keras, babi dan jenis najis lainnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-A'raf/7:157 yang berbunyi: 
….dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka
Beban dan belenggu yang dimaksudkan disini adalah beban berat yang dibebankan kepada umat sebelum islam sudah dihilangkan Allah dan tidak diberlakukan lagi bagi umat islam.
Seluruh yang baik dihalalkan. Hal ini juga sejalan dengan firman Allah diatas dan firman Allah dalam surat al-Maidah/5:5 yang menyatakan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar