Makalah Sistem Mudharabah dan Penerapannya Pada Bank Muamalat Indonesia

Berikut ini adalah Makalah Sistem Mudharabah dan Penerapannya Pada Bank Muamalat Indonesia, semoga makalah berikut ini dapat membantu anda dalam mengerjakan tugas makalah anda.

Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang tidak hanya mengatur dan mengutamakan persoalan akidah dan ibadah serta akhlak, akan tetapi juga mementingkan perilaku muamalah dengan berbagai bentuk dan macam-macamnya.
Banyak ayat Al-Quran yang menyerukan untuk menggunakan kerangka kerja perekonomian Islam, di antaranya firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah / 2 : 168.
Artinya:”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
Ayat tersebut dapat dipahami, bahwa Islam mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang diberikan oleh Allah dan merupakan penentuan dasar pikiran dalam bidang ekonomi.
Salah satu alasan pembentukan dan penerapan Bank Syariah adalah adanya larangan terhadap riba, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah / 2 : 278
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Kehadiran bank syariah dengan sistem Mudharabah (bagi hasil), merupakan salah satu solusi alternatif untuk menghindari riba, karena bank Syariah adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan syariah dengan menghindari praktek-praktek ribawi untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil (mudharabah) dan pembiayaan perdagangan.
Fenomena meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan sistem perbankan yang sesuai dengan prinsip Syariah, mendapat respon positif dari pemerintah dengan dikeluarkannya UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menetapkan bahwa perbankan di Indonesia menganut dua banking sistem, yaitu perbankan Konvensional dan perbankan Syariah. Perundang-undangan tersebut selanjutnya disempurnakan dengan UU No. 10 tahun 1998, guna memberikan landasan hukum yang lebih jelas bagi operasional perbankan Syariah Nasional.
Secara nasional, pada saat ini, perkembangan ekonomi Syariah sangat diwarnai oleh perkembangan perbankan Syariah dengan berdirinya PT. Bank Mu’amalat Indonesia sebagai bank umum pertama yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip Syariah. Bank Mu’amalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI. Akte Pendirian PT. Bank Mu’amalat Indonesia ditanda tangani pada tanggal 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada tanggal 27 Syawal 1412 H atau tanggal 1 Mei 1992. Di dukung oleh sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp. 84 miliar pada saat penanda tanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi pendirian di Istana bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp. 106 miliar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai Bank Syari’ah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan.
Pada akhir tahun 90-an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporak-porandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi, Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun  1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp. 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal sektor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada :
Restrukturisasi aset dan program efisiensi
Tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham.
Tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun.
Pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru.
Peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua
Pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank Muamalat dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2005 dan seterusnya.
Bahkan hingga akhir tahun 2005, Bank Muamalat tetap merupakan Bank Syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar Rp. 7,43 triliun, modal disetor sebesar Rp. 492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp. 106,66 miliar pada tahun 2005.
Jumlah Cash Assets pada Bank Muamalat Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 Cash Assets BMI sebesar Rp. 845.212.839 kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi Rp. 930.830.184, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya penempatan pada Bank Indonesia. Kemudian pada tahun 2005 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 1.172.584.363, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya Giro pada bank lain. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 1.565.595.240, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya Penempatan pada Bank Indonesia dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 1.615.390.931, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya Kas pada Bank Muamalat Indonesia.
Jumlah Total Deposit / Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Muamalat Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 total deposit/DPK BMI sebesar Rp. 2.510.243.121 kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi Rp. 4.332.092.264, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya deposito mudharabah. Kemudian pada tahun 2005 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 5.752.546.247, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya deposito mudharabah. Kemudian pada tahun 2006 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 6.861.130.252, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya tabungan mudharabah dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 8.711.762.749, peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
Jumlah Total Aktiva Bank Muamalat Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 total aktiva BMI sebesar Rp. 3.308.681.721 kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2004 menjadi Rp. 5.209.803.792, pada tahun 2005 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 7.427.046.167, pada tahun 2006 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 8.370.595.129, dan pada tahun 2007 mengalami peningkatan kembali yaitu menjadi Rp. 10.569.078.452.
Sebagai alternatif dalam menghindari praktik ribawi aktivitas investasi pada BMI didasarkan pada sistem mudharabah. Sistem ini menyatakan bahwa bank akan memberikan sumber pembiayaan (finansial) kepada peminjam (debitur) berdasarkan atas bagi resiko (baik menyangkut keuntungan maupun kerugian), yang berbeda dengan pembiayaan (finansial) sistem bunga pada dunia perbankan konvensional yang semua resikonya ditanggung oleh pihak peminjam (debitur).
Sebaliknya kalau dalam tabungan mudharabah, atau deposito mudharabah penabung sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelola dengan bagi hasil yang prosentasinya/nisbahnya sesuai kesepakatan ketika akad dilakukan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah kesepakatan antara dua orang untuk mengembangkan harta, dengan salah seorang menyediakan modal (harta) dan yang lain mengusahakan dengan propesional dan keahliannya. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan sesuai proporsi yang telah disepakati dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Akad mudharabah diperbolehkan oleh Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang ahli dalam memutarkan uang. Banyak diantara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola dan memproduktifkan hartanya. Sementara banyak pula para profesional dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang.
Mudharabah dapat diaplikasikan kesemua sektor usaha yang dapat mendatangkan perkembangan harta dan keuntungan.
Pada uraian sebelumnya telah disebutkan, bahwa aktiva Bank Muamalat dari tahun ke tahun semakin meningkat, bahkan ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997 Bank Muamalat Indonesia terhindar dari likuidasi, pada hal usianya baru ± 6 tahun, sementara Bank Konvensional yang dulunya sudah mapan, karena menggunakan sistem bunga ada 16 (enam belas) buah yang dilikuidasi.
Sistem mudharabah (bagi hasil) yang diterapkan pada bank muamalat Indonesia mempunyai kedudukan penting bagi sistem ekonomi Islam. Di negara-negara yang telah beroperasi bank-bank berdasarkan Syariah Islam telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pembangunan ekonomi di negara itu. Secara hipotesis, bank-bank tanpa bunga dengan sistem mudharabah (bagi hasil) yang berkembang di Indonesia akan memberikan kontribusi yang menunjang pembangunan ekonomi, terutama dalam mewujudkan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Namun pelaksanaan Mudharabah (bagi hasil) yang seharusnya berdasarkan profit and loss sharing (bagi untung dan bagi rugi), yang basis perhitunganya adalah profit atau pendapatan bersih yang di terima oleh Bank, ternyata belum sepenuhnya terlaksana, karena Bank Syari’at di Indonesia termasuk BMI masih menerapkan system revenue sharing, yang basis perhitungannya adalah pendapatan kotor Bank yang belum dikurangi modal dan biaya operasional, sehingga dana investasi nasabah tidak akan berkurang. Hal ini dilakukan karena masyarakat Indonesia belum siap untuk menerima konsep perbankan syariah dengan metode profit and loss sharing yang dapat menyebabkan berkurangnya nilai dana investasi nasabah akibat kerugian yang mungkin diderita oleh Bank Syariah termasuk BMI.
Adapun faktor-faktor pendorong diterapkannya sistem Mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), adalah melihat Mudharabah dari segi manfaatnya, yang antara lain sebagai berikut :
Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar-benar halal, aman dan menguntungkan. Karena keuntungan yang konkrit dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
Prinsip bagi hasil dalam mudharabah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap, dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) serta jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
Sedangkan faktor-faktor penghambat penerapan sistem Mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia (BMI), bahwa resiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi. Di antaranya :
Side streaming, nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak, sehingga dapat merugikan bank.
Lalai dan kesalahan yang disengaja.
Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.
Berkenaan dengan masalah yang telah disebutkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti isu-isu tentang penerapan Mudharabah pada Bank Muamalat Indonesia, cara penerapannya, kedudukannya, faktor pendorongnya dan penghambatannya serta berapa prosentasinya, dengan memberi judul penelitian : “Sistem Mudharabah (Bagi Hasil) dan Penerapannya pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)”.

Identifikasi, Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut dan karena ruang lingkup judul penelitian ini sangat luas dan agar terfokus dalam penelitian, maka peneliti membatasi ruang lingkupnya hanya pada seputar problematika dalam penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) di BMI, faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam penerapannya, cara penerapannya, dan kedudukan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) tersebut di BMI, yang dapat dirumuskan pokok masalahnya sebagai berikut :
Apa saja problematika penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI ?
Apa saja faktor pendorong dalam penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI ?
Bagaimanakah cara penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI?
Bagaimanakah kedudukan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI ?

Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :
Agar dapat mengetahui dan menginformasikan problematika-problematika yang timbul dari sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI
Agar dapat mengetahui dan menginformasikan faktor-faktor pendorong dalam penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI
Agar dapat mengetahui dan menginformasikan cara penerapan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI
Agar dapat mengetahui kedudukan sistem Mudharabah (Bagi Hasil) pada BMI
Sedangkan kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah intelektual dalam mengembangkan ilmu ekonomi Islam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar